BacaJogja – Sejumlah masjid di Kota Yogyakarta dalam menyajikan takjil Ramasan menggunakan alas piring dan gelas keramik dalam menghidangkan takjil. Cara ini sebagai upaya menimalisir volume sampah yang dihasilkan. Salah satunya Masjid Jogokariyan, yang sudah memiliki tradisi bagi-bagi takjil saat Ramadan menggunakan alas piring sejak tahun 80-an.
Takmir Masjid Jogokariyan Enggar Haryo Panggalih mengatakan, Masjid Jogokariyan mulai difungsikan pada 20 Agustus 1967, pada waktu itu takjil belum dalam bentuk makanan berat. Tapi seiring waktu berjalan, mulai dihidangkan makanan berat.
Menurut dia, Masjid Jogokariyan memilih menghidangkan takji dengan memakai iring dibanding kemasan sekali pakai. Pada dasarnya bertujuan menyempurnakan puasa dengan berbuka dan melanjutkan ibadah salat berjamaah di masjid, juga untuk mengurangi produksi sampah kemasan sekali pakai.
Baca Juga: 8 Rekomendasi Tempat Ngabuburit Keren Jelang Berbuka Puasa di Bantul
Menurut dia, jika dikasih nasi bungkus nanti mereka akan bawa pulang. Biasanya juga tidak melakukan salat berjamaah di masjid. “Tapi kalau dengan piring kan otomatis dimakan di masjid, dan mereka juga ikut salat berjamaah di masjid seperti itu. Jadi tujuannya ya agar jemaah menyempurnakan buka puasanya,” tuturnya.
Menurut Enggar pemanfaatan piring dalam menyajikan takjil, juga menekan produksi sampah anorganik. Apalagi pada Ramadan 2023 ini takjil yang dibagikan oleh Masjid Jogokariyan mencapai 3.000 hingga 3.500 porsi.
Baca Juga: Tiap Hari 3.000 Takjil Gratis di Kampung Ramadan Jogokariyan Yogyakarta
Dia mengatakan, takmir masjid sempat koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta terkait pengelolaan sampah. “Untuk sampah anorganik, kami tidak ada ya karena takjil itu dibagikan pakai piring dan gelas dari sini. Untuk sampah organik sisa makanan, sudah ada pengelolanya, ya warga sekitar sini nanti ada yang menjadikan sebagai kompos dan pakan ternak, untuk residu ya ke TPS” jelasnya.
Masjid Pangeran Diponegoro Balai Kota Yogyakarta
Selain Masjid Jogokariyan, Masjid Pangeran Diponegoro Balai Kota Yogyakarta juga menggunakan alas piring dan gelas keramik untuk menghidangkan takjil buka puasa. Penggunaan alas piring dalam menyajikan takjil ini juga bagian dari komitmen bersama agar para takmir masjid di Kota Jogja semakin peduli terhadap lingkungan.
Ketua Harian Takmir Masjid Pangeran Diponegoro, Syamsul Azhari mengatakan, takmir masjid bekerja sama dengan Baznas dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, untuk mengajak masjid-masjid di Kota Jogja ikut terlibat dalam mengurangi produksi sampah. “Kami sudah lakukan sosialisasi secara langsung, memang belum semua tapi beberapa sudah mulai lakukan,” ungkapnya.
Baca Juga: Jadwal Imsakiyah Ramadan 2023 Daerah Istimewa Yogyakarta
Dia mengatakan, selain menyediakan takjil buka puasa beberapa masjid juga membagikan hidangan sahur untuk jemaah. Seperti halnya yang dilakukan di Masjid Pangeran Diponegoro, untuk itulah produksi sampah ini harus ditekan. “Pengelolaan sampah ini dimulai dengan pemilahan, mana yang anorganik, organik, dan residu,” katanya.
Setelah itu, kata dia, takmir masjid juga bekerja sama dengan Bank Sampah Balai Kota untuk pengolahannya. “Kalau sampah anorganik tidak ada ya, karena alat makan dari sini, minum juga dengan gelas atau jemaah bawa tempat minum sendiri yang diisi ulang di galon yang sudah kami sediakan,” katanya.
Penggunaan alas piring dalam penyajian takjil Ramadan, sejalan dengan Gerakan Zero Sampah Angorganik Kota Jogja yang diterapkan sejak awal tahun 2023. Pemerintah Kota Yogyakarta, melalui Dinas Lingkungan Hidup, mendorong agar masjid-masjid di wilayah juga menerapkah hal serupa.
Ikut Kontribusi Kurangi Sampah
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Sugeng Darmanto menjelaskan, sebelum memasuki bulan Ramadan, sudah berikan arahan kepada para takmir masjid di Kota Jogja, untuk ikut berkontribusi dalam Gerakan Zero Sampah Anorganik.
“Kami ajak agar bagaimana ketika kegiatan buka puasa atau sahur di masjid, dapat mengurangi produksi sampah anorganik. Hal ini bisa diwujudkan melalui konversi pembungkus makanan, dengan menggunakan wadah tetap yang bisa dipakai berulang kali,” jelasnya Selasa (28/3) saat diwawancarai di Kantor DLH Kota Yogyakarta.
Baca Juga: Awal Puasa Ramadan 2023 Versi Pemerintah, NU dan Muhammadiyah
Kalau sampah organik, terang Sugeng, menjadi kebijakan dari jemaah itu sendiri, jangan sampai ada banyak sisa-sisa makanan yang kemudian menjadi sampah. Beberapa masjid seperti Masjid Gede Kauman, Masjid Jogokariyan, dan Masjid Pangeran Diponegoro sudah menggunakan piring, untuk mengurangi produksi sampah.
“Ketika bicara soal volume sampah itu tidak hanya soal kenaikannya pada momen tertentu, tapi bagaimana perilaku untuk mengurangi sampah harus dilakukan oleh semuanya. Kalau kita tidak bisa menangani sampah, hendaknya kita berkontribusi bagaimana upaya kita mengurangi sampah,” ungkapnya.
Baca Juga: Teras Dakwah Yogyakarta Sambut Ramadan Berbagi Sembako dan Launching Masjid
Dalam upaya ini, tambah Sugeng, kita wujudkan melalui bentuk yang baik, misalnya tidak gunakan stirofoam atau mika sebagai pembungkus, menggunakan bahan-bahan yang memang bisa diurai oleh alam, tidak menggunakan kemasan sekali pakai.
“Mari kita semua bijak dalam mengurangi sampah di tempat kita masing-masing, dengan harapan setiap warga di Kota Jogja agar berkontribusi dengan cara masing-masing, sesuai dengan kondisi wilayahnya,” tambahnya. (Pemkot Yogyakarta)