Cerita Prof Koentjoro, Dapat Intimidasi Usai Ingatkan Jokowi Agar Tak Langgar Etika

  • Whatsapp
diskusi demokrasi ugm
Guru Besar UGM Yogyakarta Koentjoro dalam diskusi bertema Matinya Demokrasi dan Agenda Gerakan Rakyat di Selasar Barat Fisipol UGM Yogyakarta, Kamis, 28 Maret 2024. (Foto: BacaJogja)

BacaJogja – Guru Besar Fakultas Fakultas Psikologi, Prof. Drs. Koentjoro, Ph.D membacakan Petisi Bulaksumur yang salah satunya mengingatkan agar Presiden Jokowi kembali ke jalan yang benar tidak melanggar etika. Petisi dibacakan di Balairung Gedung Pusat UGM, pada Rabu, 31 Januari 2024.

Sejak saat itu, Prof Koentjoro mengaku sering menerima intimidasi. “Ya, saya beberapa kali diintimasi sejak saat itu (Petisi Bulaksumur),” katanya dalam diskusi bertema Matinya Demokrasi dan Agenda Gerakan Rakyat di Selasar Barat fisipol UGM Yogyakarta, Kamis, 28 Maret 2024.

Read More

Umroh akhir tahun

Kepolisian berusaha membantu untuk menangkapkan sosok yang mengintimdasi itu. “Saya ditawari dari Pak Kapolda untuk melaporkan pidananya, saya nggak mau. Saya tidak takut dengan intimidasi,” tegasnya.

Baca Juga: Reformasi Sudah Berbalik Arah, Ini Tiga Seruan Kampus Menggugat di Balairung UGM Yogyakarta

Prof Koentjoro mengaku tidak takut karena apa yang dilakukan sedang tidak berpolitik. “Tapi saya berusaha membantu mencerdaskan kehidupan bangsa, saya memerankan tugas saya sebagai dosen, sebagai benteng etika,” jelasnya.

Ketua Guru Besar Psikologi ini menegaskan sikapnya menolak Joko Widodo (Jokowi) sebagai bapak dari Gibran Rakabuming Raka dalam konteks demokrasi dan pelaksanaan Pilpres 2024.

“Kalau Jokowi memerankan sebagai presiden, pasti akan saya bela. Tapi karena memerankan dirinya sebagai bapaknya Gibran maka saya tolak,” katanya.

Baca Juga: Kampus Menggugat di Balairung UGM Yogyakarta: Tegakkan Etika, Konstitusi, dan Perkuat Demokrasi

Dia mengungkapkan, Jokowi sebelum kasus Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan Gibran sebagai cawapres 02, Jokowi bisa memerankan sebagai presiden dengan baik. Banyak orang kemudian memujinya sebagai sosok pemimpin yang baik dan netral.

“Presiden Jokowi adalah bapaknya Gibran, Kaesang, dan mertuanya Bobby tapi melaksanakan tugasnya melaksana tugasnya sebagai presiden dnean baik sehinga dipuji banyak orang,” jelasnya.

Prof Koentjoro mengungkapkan, ada tiga hal yang membuat Jokowi menjadi berubah sikap dari perannya sebagai Presiden. Tiga hal itu yakni tidak terima disebut sebagai petugas partai, tersinggung dengan ucapan “Pak Jokowi tidak ada artinya tanpa dukungan PDIP”, dan keinginan menjadi presiden tiga periode ditolak.

Baca Juga: Percakapan Pasca Pengumuman KPU

Tiga hal itu akhirnya yang terjadi Jokowi bukan memerankan sebagai presiden tapi memerankan sebagai bapaknya Gibran dalam kontestasi demokrasi di Indonesia.

Dia mengungkapkan, selama ini banyak rakyat terlalu terlena, terbuai dengan kebaikan Jokowi. Banyak orang yang baru sadar belakangan ini. “Oktober mulai banyak yang sadar, ada rekayasa-rekayasa hukum, dan itu adalah pelanggaran etika,” tegasnya. []

Related posts