BacaJogja – Mengelola media, sebagaimana stasiun televisi swasta, sungguh berat. Terlebih saat ini, karena persaingan dengan social media yang murah dan praktis dalam berkomunikasi dan pembuatan konten-kontennya, maka tidak dipungkiri akan banyak stasiun tv yang ambruk dan tak mampu berkompetisi, terlebih tv lokal.
Berhentinya operasional ADITV yang awal berdirinya dimotori oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY dengan dibantu Amal uasaha Muhammadiyah dan para warga Muhammadiyah di Yogyakarta berpatungan membantu dengan membeli saham dengan konsep infaq Saham (sukseskan Akan Hadirnya ADITV Muhammadiyah) Rp 50.000,- senilai 5 lembar saham.
Baca Juga: Buruan Merapat, Pemkot Yogyakarta Gelar Pasar Murah Sembako hingga 25 Juni 2024
Saat itu lembaran seperti piagam itu ditanda tangi oleh Ketua PWM DIY DR H Agung Danarto,M.Ag, Bendahara HM Isnawan,SE dan Sekretaris Drs H Sunardi,M.A. BJ belum mendapatkan informasi berapa nilai uang yang dikumpulkan dari warga Muhammadiyah saat itu.
Tetapi karena memang untuk mengelola manajamen dan produksi siaran ADITV dibutuhkan banyak dana, sangat mungkin dana yang terkumpul tidak cukup sehingga terjadilah penyelematan dengan menjual saham mayoritas yaitu sejumlah 60 persen kepada Prof.DR Amien Rais yang saat itu masih menjabat ketua MPR dan ketua Umum PAN. Amies Rais sendiri pernah menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Baca Juga: Gagasan Sarmidi untuk Kota Yogyakarta: Rehab 3.000 Rumah dan Tebar Ikan 1 Ton per Tahun
Artinya, secara kepemilikan ADITV sudah bukan lagi milik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY yang kemudian hanya memiliki saham 20 persen. Tetapi bagaimana pun warga Muhammadiyah di Yogyakarta adalah pemirsa mayoritas siaran siaran ADITV yang berkantor di Kawasan yang megah dan luas di Tajem Maguwoharjo Sleman.
M Izzul Muslimin,S.IP aktifis media yang saat ini menjabat Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan kenangannya saat PW Muhammadiyah DIY berjuang meraih 1 channel TV di Yogyakarta. Izin prinsip ADITV dikeluarkan saat mantan ketua PP IPM itu masih di Komisi Penyiaran Indonesia pusat.
Baca Juga: Asal Usul dan Perkiraan Usia Gajah Mada
Bersamaan juga dengan TV9 di Surabaya. Kata Profesor M Nuh Menkominfo waktu itu, sebagai bentuk avirmasi terhadap kontel local keagamaan. “Saya nggak tahu bagaimana Nasib TV9, apakah sama dengan ADITV ? Media TV adalah bisnis padat modal yang tidak mudah pengelolaannya, apalagi untuk kepentingan dakwah,” kata Izzul.
“TV masih punya peranan penting, meskipun semakin tergeser dengan media online,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY Arif Jamali Muis, S,Pd.,M.Pd menyampaikan keberatan jika dikatakan bahwa Muhammadiyah Jogja merasa sedih karena kehilangan ADITV. Menurut dia, secara bisnis ADITV sudah bukan lagi milik PWM DIY sebab kepemilikannya tidak lagi 51 persen, jadi Muhammadiyah tidak rugi.
Baca Juga: BUMN Micro Madani Institute Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA
Sementara itu, sebagai warga Muhammadiyah yang penggiat media Wachid Effendi,SE MM tetap berharap melihat sejarah panjang ADITV, meskipun secara formal ADITV tidak menjadi milik persyarikatan lagi, tetapi sangat diharapkan para stakeholder Muhammadiyah dan bahkan sosok Ketua PP Muhammadiyah Prof DR KH Haedar Nashir,M.Si diharapkan untuk turun gunung menyelamatkan channel televisi ADITV agar tidak diambil orang lain.
Bahkan dirinya siap diberikan amanah untuk mencari investor agar channel ADITV tetap hidup dengan konsep dakwah modern, meskipun sekarang sudah ada TVMU dan tantangan besar menghadang. []