BacaJogja – Dalam beberapa waktu terakhir, suhu di Yogyakarta terasa lebih dingin dari biasanya. Padahal, normalnya, suhu udara di Yogyakarta cukup terik dan panas. Kondisi ini dipengaruhi oleh perubahan atmosfer. Jika disadari pula, periode bulan April-September seharusnya merupakan musim kemarau.
Peristiwa tersebut diistilahkan sebagai ‘Bediding’. Fenomena bedding terjadi ketika suhu udara menjadi terasa dingin saat musim panas. Dampaknya, suhu akan terasa lebih dingin dari biasanya, terutama pada pagi hari.
Baca Juga: Curhat Jumat Bersama Wakapolda DIY, Jawab Keluhan Warga Kulon Progo dan Proses Pembuatan SIM
Dikutip dari kanal YouTube CNN Indonesia, salah satu penyebab udara terasa lebih dingin adalah fenomena angin monsun yang berasal dari wilayah Australia dan melewati wilayah Indonesia. Tiupan angin tersebut menyebabkan beberapa daerah seperti bagian selatan Jawa, Sumatra, dan Nusa Tenggara mengalami penurunan suhu udara.
Menurut Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Ida Pramuwardani, kondisi ini juga dipengaruhi oleh uap air di atmosfer yang biasanya menjadi penahan panas namun kini berkurang.
“Fenomena ini akan berlangsung sampai dengan bulan September, puncaknya terjadi di bulan Juli, Agustus, bahkan hingga September,” jelasnya, dikutip dari kanal YouTube CNN Indonesia.
Terjadinya penurunan suhu udara ini juga menyebabkan masyarakat sedikit bingung, karena fenomena ini muncul di tengah periode musim kemarau. “Pernah waktu itu baru bangun tidur, suhunya terasa dingin banget,” ujar Ghony, pada Sabtu, 17 Agustus 2024.
Ghony juga menambahkan bahwa suhu udara yang dirasakan berkisar 19-20 derajat Celsius ketika melakukan pengecekan di ponselnya. Hal ini berlawanan dengan seharusnya, di mana suhu udara biasanya berkisar di atas itu.
Dikutip dari laman Instagram @staklim_jogja, suhu udara dalam kurun waktu 11 hari terakhir mengalami penurunan. Suhu terendah yang terukur di wilayah Bantul adalah 16,6 derajat Celsius pada tanggal 11 Agustus 2024.
Selain disebabkan oleh angin monsun, awan yang relatif sedikit juga menyebabkan kurangnya pantulan dari sinar matahari. Oleh karena itu, untuk menghindari gejala kesehatan akibat perubahan suhu tersebut, dihimbau kepada masyarakat agar menjaga kesehatan dan mengenakan pakaian yang menghangatkan. []
Artikel kiriman Muhammad Surya Kukuh
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY