Pemilik Apartemen Malioboro City Siap Geruduk Pemkab Sleman dengan 79 Gerobak Sapi Desak Terbitkan SLF

  • Whatsapp
malioboro city
P3SRS Apartemen Malioboro City saat jumpa pers. (BacaJogja)

BacaJogja – Para pemilik yang tergabung dalam Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Apartemen Malioboro City semakin geram karena Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang tak kunjung diterbitkan oleh Pemkab Sleman. Mereka mengancam akan melakukan aksi besar-besaran dengan menggeruduk Kantor Pemkab Sleman menggunakan 79 gerobak sapi sebagai simbol perjuangan dan keprihatinan mereka.

Aksi rencanannya digelar pada 2 September 2024. Selain menggeruduk Kantor Pemkab Sleman, masa gerobak sapi akan menjalani rute hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

Read More

Umroh liburan

Ketua P3SRS Apartemmen Malioboro City, Edi Hardiyanto, menyatakan bahwa langkah ini diambil karena SLF yang sudah diperjuangkan selama 11 tahun belum juga mendapatkan kepastian. “Kami sudah bosan dengan janji-janji manis. Jika sampai 1 September SLF tidak diproses, kami akan bergerak bersama 79 gerobak sapi menuju Pemkab Sleman,” katanya dalam jumpa pres, Selasa, 20 Agustus 2024.

Baca Juga: Nongkrong di Kafe, Gaya Belajar Baru Mahasiswa Yogyakarta

Edi menegaskan bahwa aksi ini memiliki dasar yang kuat. Mereka sebelumnya telah mempertimbangkan untuk menggelar aksi pada saat pelantikan anggota dewan, namun memutuskan untuk menunda agar tidak menimbulkan kegaduhan. “Kami tegaskan, aksi ini bukan tanpa alasan. SLF ini harus segera diproses. Kami telah menyiapkan semua persyaratan yang diperlukan, dan 99 persen di antaranya sudah lengkap,” tambahnya.

Permasalahan lain yang dihadapi adalah adanya perbedaan antara SLF dan homologasi. Produk hukum ini memiliki dasar yang berbeda, dan Edi menekankan bahwa Pemkab Sleman tidak boleh menggunakan alasan homologasi untuk menunda penerbitan SLF. “Pemkab jangan kelabui masyarakat dengan homologasi. SLF dan homologasi adalah dua hal yang berbeda,” ujar Edi.

Dalam surat jawaban yang diterima dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU), disebutkan bahwa Pemkab Sleman harus segera menyelesaikan penerbitan SLF untuk 561 unit apartemen, di mana 280 unit dimiliki oleh perorangan dan 215 unit lainnya dimiliki oleh Bank MNC sebagai pemenang lelang.

Baca Juga: Es Doger Bang Firman, Kuliner Segar yang Jadi Primadona di Yogyakarta

Edi juga menambahkan bahwa ada pejabat dan kerabat dari Keraton Yogyakarta yang memiliki unit di Malioboro City, namun hingga saat ini belum ada solusi yang ditawarkan.

Sekretaris P3SRS Malioboro City Budijono, juga menyoroti pentingnya tindakan cepat dari Pemkab Sleman. Ia meminta agar Pemkab tidak membebani pemilik apartemen dengan biaya tambahan yang tidak perlu. “Kami berharap masalah ini tidak dijadikan bisnis. Banyak dari kami yang sudah pensiun dan mengandalkan tabungan untuk memiliki unit di sini. Kami juga berharap Bupati Sleman segera memproses SLF ini tanpa biaya tambahan,” katanya.

79 Gerobak Sapi: Simbol Perjuangan dan Keprihatinan

Rencana aksi dengan 79 gerobak sapi ini tidak hanya sekadar ancaman. Gerobak sapi dipilih sebagai simbol perjuangan dan keprihatinan yang telah mereka rasakan selama bertahun-tahun.

Budijono menambahkan bahwa langkah ini juga merupakan bentuk protes terhadap lambannya proses birokrasi. “Kami sudah melalui semua jalur birokrasi, bahkan sampai ke kementerian. Semua mendukung penerbitan SLF, namun kenapa gedung yang sudah berdiri selama 11 tahun ini belum juga mendapatkan SLF?” tanyanya.

Baca Juga: Kirab Bendera Merah Putih 540 Meter, Semarak Kemerdekaan di Grudo Panjangrejo Bantul

Para pemilik berharap bahwa Pemkab Sleman dan Pemda DIY dapat segera memberikan solusi yang adil dan tidak mempersulit proses penerbitan SLF. Mereka juga meminta perhatian dari Gubernur DIY untuk ikut campur tangan dalam masalah ini, mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan bagi pemilik apartemen.

Di akhir pernyataannya, Edi dan Budijono sama-sama berharap agar Pemkab Sleman tidak hanya berorientasi pada bisnis, tetapi juga mengedepankan hati nurani dalam menangani masalah ini. “Kami akan terus berjuang sampai hak kami terpenuhi. Kami mohon Pemkab Sleman bersikap transparan dan serius, bukan malah berbisnis,” tutur Edi. []

Related posts