BacaJogja – Serikat pekerja di Yogyakarta menolak rencana penerapan kemasan rokok polos tanpa merek, yang dianggap mengancam mata pencaharian ribuan pekerja di sektor tembakau. Dalam diskusi bertajuk “Dialog Bersama Wawan Hermawan” di Omah Putih, Yogyakarta, Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) DIY mengungkapkan kekhawatiran mendalam atas kebijakan yang sedang digodok Kementerian Kesehatan.
Ketua PD FSP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi Lestarianto, menegaskan bahwa ancaman kemiskinan dan pengangguran di tengah situasi ekonomi yang tak menentu turut dirasakan oleh para pekerja tembakau. “Pekerja di sektor tembakau kini menghadapi ancaman besar akibat kebijakan kemasan polos tanpa merek. Ini harus dibatalkan demi melindungi ribuan pekerja kami,” ujar Waljid dalam diskusi tersebut.
RTMM DIY memiliki sekitar 5.250 anggota yang sebagian besar bekerja di pabrik rokok. Keberadaan mereka kini terancam oleh Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang akan menghapus logo dan merek produk rokok. Waljid meminta dukungan calon wakil walikota Yogyakarta, Wawan Hermawan, untuk turut melindungi para pekerja.
Serikat pekerja mendesak agar pemerintah pusat konsisten dengan keputusan tidak menaikkan cukai rokok 2025, dan meminta agar tidak ada kebijakan yang memberatkan sektor tembakau. RTMM DIY juga mengajukan rekomendasi agar calon kepala daerah melindungi pekerja melalui kebijakan daerah yang berkeadilan serta optimalisasi penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).
“Keberlanjutan industri tembakau sangat penting bagi ribuan pekerja kami. Kami berharap, para calon kepala daerah berkomitmen untuk melindungi industri ini dari aturan-aturan yang merugikan,” tutur Waljid.
Calon Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Hermawan, menegaskan bahwa upaya menekan kemiskinan dan pengangguran merupakan salah satu program prioritasnya. Menurutnya, perlu ada data yang jelas mengenai warga Kota Yogyakarta yang masuk kategori usia produktif (15-60 tahun). “Ini menjadi kunci, karena usia produktif harus bekerja,” ujar Wawan.
Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah harus terus berupaya membuka lapangan kerja baru yang mampu menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, berbagai kemudahan dan kepastian dalam berusaha menjadi faktor penting agar pelaku usaha dapat mengembangkan bisnisnya dengan baik.
Khusus untuk sektor tembakau, Wawan menyampaikan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan semua faktor agar dampak negatif yang muncul dapat diminimalkan. “Partisipasi publik sangat diperlukan dalam pembuatan setiap kebijakan yang berpotensi membawa dampak besar bagi sosial ekonomi masyarakat,” katanya. []