Tuberkulosis: Ancaman Global yang Kembali Menjadi Pembunuh Utama

  • Whatsapp

Guntur Surya Alam
Founder Lekasehat/Dokter Spesialis Bedah Anak/Konsultan

 

Read More

Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit menular tertua yang tetap menjadi ancaman kesehatan global hingga saat ini. Berdasarkan laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada 13 November 2024, kasus baru TB mencapai angka tertinggi dalam sejarah pemantauan global, yaitu 8,2 juta pada tahun 2023. Jumlah ini meningkat tajam dari 7,5 juta pada tahun 2022, menjadikan TB sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit menular, melampaui COVID-19. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran besar, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Artikel ini bertujuan memberikan analisis mendalam tentang situasi global TB, mengidentifikasi faktor risiko utama, dan mengeksplorasi upaya yang diperlukan untuk mengatasi tantangan kesehatan masyarakat ini.

Epidemiologi Global Tuberkulosis

WHO melaporkan bahwa pada tahun 2023, sebanyak 10,8 juta orang jatuh sakit akibat TB, dengan 1,25 juta kematian terkait penyakit ini. Meskipun angka kematian sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya, beban penyakit justru meningkat. Sekitar 56% dari total kasus global terkonsentrasi di lima negara, yaitu India (26%), Indonesia (10%), Tiongkok (6,8%), Filipina (6,8%), dan Pakistan (6,3%). Indonesia menjadi negara kedua dengan beban TB tertinggi, mencerminkan tantangan besar dalam sistem kesehatan nasional.

Baca Juga: Pakar UGM: Kebijakan Tunjangan Kinerja Dosen ASN Cermin Lemahnya Prioritas Pendidikan

Menurut WHO, prevalensi TB juga menunjukkan pola distribusi demografis tertentu. Sebanyak 55% dari penderita TB adalah laki-laki, sementara 12% adalah anak-anak dan remaja. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang spesifik untuk kelompok rentan seperti anak-anak, yang sering mengalami keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan.

Faktor Risiko Utama

Peningkatan kasus TB didorong oleh berbagai faktor risiko, yang sebagian besar terkait dengan kondisi sosial dan gaya hidup. WHO mengidentifikasi lima faktor risiko utama yang berkontribusi pada tingginya insiden TB baru, yaitu:
1. Kekurangan gizi: Malnutrisi melemahkan sistem imun tubuh, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Infeksi HIV: Orang yang hidup dengan HIV memiliki risiko 20-30 kali lebih tinggi untuk mengembangkan TB aktif.
3. Gangguan penggunaan alkohol: Konsumsi alkohol yang berlebihan memengaruhi fungsi imun tubuh.
4. Merokok: Asap rokok menyebabkan kerusakan saluran pernapasan dan meningkatkan risiko infeksi.
5. Diabetes: Diabetes mellitus menyebabkan imunosupresi, sehingga meningkatkan risiko TB.

Baca Juga: Tiga Lokasi Bebas Denda Rp 7,5 Juta di Malioboro: Panduan Merokok Aman di Tengah Kawasan Bebas Asap

Di Indonesia, faktor risiko ini diperparah oleh kemiskinan, kepadatan penduduk, dan akses terbatas ke fasilitas kesehatan yang memadai.

Tantangan dalam Pengendalian TB

Meskipun upaya global untuk mengatasi TB telah membuahkan hasil, beberapa tantangan utama tetap menghambat pencapaian target:
1. Kesenjangan Diagnostik
Pada tahun 2023, masih ada sekitar 2,7 juta kasus TB baru yang tidak terdiagnosis, meskipun kesenjangan ini telah menyempit dibandingkan periode pandemi COVID-19. Tantangan ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya akses ke alat diagnostik modern dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap gejala TB.
2. Resistensi Obat
TB yang resisten terhadap obat (MDR/RR-TB) menjadi krisis kesehatan masyarakat yang signifikan. Dari 400.000 kasus MDR/RR-TB yang diperkirakan terjadi pada tahun 2023, hanya 44% yang berhasil didiagnosis dan diobati. Tingkat keberhasilan pengobatan untuk kasus ini mencapai 68%, masih jauh dari target global.
3. Pendanaan yang Tidak Memadai
Salah satu hambatan utama dalam penanganan TB adalah kurangnya pendanaan. Pada tahun 2023, hanya 26% dari target pendanaan global sebesar US$ 22 miliar yang berhasil tercapai. Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, yang menanggung 98% beban TB global, sangat bergantung pada pendanaan donor internasional, yang tetap stagnan di angka US$ 1,2 miliar per tahun.

Baca Juga: Beasiswa LPDP 2025: Cara Daftar, Jadwal Seleksi, dan Pilihan 20 Kampus Terbaik Dunia

Upaya Global dan Nasional

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan multisektoral yang terintegrasi. WHO dan mitra global, seperti Global Fund, telah menggarisbawahi pentingnya investasi dalam penelitian dan pengembangan vaksin baru, alat diagnostik, serta obat-obatan inovatif untuk TB. Namun, hanya 20% dari target tahunan sebesar US$ 5 miliar untuk penelitian TB yang terpenuhi pada tahun 2022.

Di Indonesia, pemerintah telah meluncurkan program TOSS-TB (Temukan, Obati Sampai Sembuh Tuberkulosis) untuk meningkatkan deteksi dini dan pengobatan TB. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada dukungan pendanaan, pelibatan masyarakat, dan peningkatan kualitas layanan kesehatan.

Kesimpulan

Laporan TB Global WHO 2024 menggambarkan bahwa dunia masih menghadapi ancaman serius dari TB sebagai pembunuh utama penyakit menular. Meski terdapat kemajuan dalam pengurangan kesenjangan diagnostik dan cakupan terapi pencegahan, tantangan seperti resistensi obat, kekurangan dana, dan hambatan akses layanan kesehatan tetap signifikan.

Untuk mencapai target global pada tahun 2027, diperlukan komitmen kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, donor internasional, dan masyarakat. Investasi keuangan yang berkelanjutan, penelitian inovatif, serta pendekatan multisektoral yang komprehensif menjadi kunci dalam mengatasi ancaman TB yang terus meningkat.

Baca Juga: Rekomendasi 5 Aplikasi Penghasil Saldo DANA Terbaik 2025: Seru, Menguntungkan, dan Mudah Dimainkan!

Referensi
1. World Health Organization. (2024). Global Tuberculosis Report 2024. Geneva: WHO.
2. Lönnroth, K., et al. (2020). “Tuberculosis control and universal health coverage.” The Lancet Public Health, 5(11), e627-e633.
3. Zumla, A., et al. (2018). “The global tuberculosis epidemic and progress in care, prevention, and research: an overview in year 3 of the End TB era.” The Lancet Respiratory Medicine, 6(4), 299-314.
4. Pemerintah Indonesia. (2023). Panduan Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
5. The Global Fund. (2023). Tuberculosis and Funding Gaps. Geneva: The Global Fund. []

Related posts