KPA Ungkap Dugaan Akrobat Hukum di Kasus HGB PIK 2, Nelayan Jadi Korban

  • Whatsapp
pagar laut tangerang
Pemagaran laut di Tangerang Banten. (RRI)

BacaJogja – Kasus sengketa agraria di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 kembali menjadi sorotan. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengungkap dugaan pelanggaran hukum dalam penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) yang terjadi di atas wilayah perairan. Dalam siaran persnya, Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, menyatakan bahwa penerbitan HGB di atas laut melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

“HGB tidak bisa diterbitkan di atas laut. Berdasarkan PP No. 18/2021 jo Permen ATR No. 18/2021, hak atas tanah berupa HGB hanya bisa terbit di wilayah pesisir pantai, bukan di atas laut,” jelas Dewi dalam siaran pers, Selasa, 21 Januari 2025.

Read More

Ia menambahkan bahwa pemagaran laut sepanjang 30 kilometer di kawasan PIK 2 telah menghalangi akses nelayan untuk melaut, sehingga mereka kehilangan mata pencaharian.

Baca Juga: Menteri Satryo Soemantri Buka Suara: Jawaban atas Demo Panas Pegawai Kemendiktisaintek

Dugaan Akrobat Hukum

Menurut KPA, terdapat lima dugaan praktik manipulasi hukum dalam proses penerbitan HGB ini. Salah satu poin krusial adalah perubahan tata ruang darat dan laut yang dilakukan pemerintah daerah, sehingga garis batas laut ikut bergeser. Hal ini, lanjut Dewi, diduga melibatkan peran Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mengeluarkan izin tata ruang baru.

“Ini adalah bentuk gotong royong dalam pelanggaran hukum. Dari perubahan tata ruang, penerbitan risalah yang cacat, hingga terbitnya 263 bidang bersertifikat HGB dan 17 bidang SHM, semuanya mencerminkan adanya praktik mafia tanah,” tegas Dewi. Ia menyebutkan bahwa pemecahan HGB menjadi bidang-bidang kecil merupakan salah satu strategi untuk menghindari pengawasan pusat.

Baca Juga: Brigjen Pol (Purn) Yusri Yunus Meninggal Dunia: Napak Tilas Karier Sang Jenderal Polri

Nelayan dan Petani Jadi Korban

Selain dugaan pelanggaran hukum, Dewi menyoroti dampak langsung terhadap masyarakat, terutama nelayan dan petani di kawasan tersebut. Pemagaran laut tidak hanya mengganggu ekosistem pesisir tetapi juga melanggar hak konstitusional masyarakat yang diatur dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945.

“Nelayan kehilangan akses ke laut. Ini bukan hanya persoalan agraria, tetapi juga pelanggaran terhadap hak-hak dasar masyarakat kecil. Negara seharusnya melindungi, bukan membiarkan mereka terpinggirkan,” ujarnya.

Dewi menambahkan bahwa wilayah tersebut seharusnya menjadi bagian dari reforma agraria, sebagaimana diatur dalam Perpres Reforma Agraria, yang memberikan hak atas tanah bagi petani dan nelayan kecil.

Desakan pada Pemerintah

Melihat situasi ini, KPA mendesak Presiden Prabowo dan Menteri Agraria Nusron untuk segera menyelidiki dugaan pelanggaran hukum ini. KPA juga mengusulkan agar kawasan PIK 2 dijadikan area konservasi untuk mendukung keberlanjutan ekosistem pesisir sekaligus memastikan akses masyarakat terhadap sumber daya alam.

“Bukannya dikomersilkan untuk pengusaha, kawasan hutan di area PIK 2 seharusnya dijadikan kawasan konservasi sebagai penyangga Jakarta dan Pulau Jawa. Kita tahu Pulau Jawa tutupan hutannya kurang dari 30 persen, ini yang seharusnya jadi prioritas,” pungkas Dewi.

KPA berharap pemerintah bertindak tegas terhadap pelanggaran ini, mengingat kasus ini tidak hanya melibatkan aspek hukum tetapi juga berdampak langsung pada keberlanjutan hidup masyarakat kecil. []

Related posts