Plengkung Gading Yogyakarta: Gerbang Bersejarah Sarat Filosofi dan Mitos Pengantar Jenazah

  • Whatsapp
Plengkung gading jogja
Plengkung Gading Yogyakarta (Foto: @@fardeean_thias)

BacaJogja – Baru-baru ini, viral di media sosial rencana penutupan Plengkung Gading oleh Keraton Yogyakarta. Tak heran wacana ini menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Menanggapi hal tersebut, GKR Mangkubumi, Penghageng Datu Dana Suyasa, mengonfirmasi adanya rencana uji coba penutupan sebagai bagian dari penataan sumbu filosofi Keraton Yogyakarta.

Read More

Bangunan Plengkung Gading sendiri merupakan gerbang bersejarah yang terletak di kawasan Keraton Yogyakarta, bukan sekadar pintu masuk dan keluar Jeron Beteng. Bangunan yang berada di Jl. Patehan Kidul No.4, Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta.

Baca Juga: Jadwal Lengkap KRL Jogja-Solo Januari 2025: Solusi Transportasi Praktis dan Terjangkau

Bangunan ini menyimpan nilai filosofi mendalam, sejarah panjang, dan mitos unik yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Filosofi di Balik Nama

Dirangkum dari berbagai sumber, awalnya gerbang ini bernama Plengkung Nirbaya, yang berarti “tidak ada bahaya yang mengancam.” Namun, seiring waktu, nama Plengkung Gading lebih populer digunakan. Nama ini merujuk pada lokasinya di Jalan Gading serta warna bangunannya yang putih menyerupai gading.

Dalam sejarah, Plengkung Gading adalah salah satu dari lima plengkung yang melingkupi Keraton Yogyakarta. Kelima plengkung tersebut adalah:

  1. Tarunasura
  2. Madyasura
  3. Nirbaya
  4. Jaga Surya
  5. Jagasekitarbaya

Baca Juga: Yogyakarta Bebaskan BPHTB untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah: Ini Syarat Pengajuannya

Plengkung Gading dan Plengkung Tarunasura dikenal memiliki peran penting, sebagaimana dijelaskan dalam buku Stories of My Life karya Miley Ann Hasneni (2018).

Sejarah yang Melekat

Dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755–1792), Plengkung Gading berfungsi sebagai bagian dari sistem pertahanan Keraton. Gerbang ini dulu dilengkapi dengan jembatan gantung yang dapat diangkat saat menghadapi ancaman musuh. Selain itu, tangga menuju pos penjagaan di bagian atas menjadi bukti bahwa Plengkung Gading memainkan peran strategis pada masanya.

Pada tahun 1986, Plengkung Gading mengalami pemugaran untuk menjaga keasliannya. Kini, bangunan tersebut tetap berdiri kokoh sebagai warisan budaya yang tak ternilai.

Baca Juga: Rekomendasi Event di Bantul Januari 2025: Dari Pameran hingga Labuhan Keraton Yogyakarta

Mitos di Balik Plengkung Gading

Salah satu cerita menarik yang melekat pada Plengkung Gading adalah aturan tentang siapa yang boleh melintasinya. Dalam tradisi Keraton, jenazah Sultan yang mangkat diizinkan melewati gerbang ini untuk menuju Makam Raja-Raja di Imogiri. Namun, selama masih hidup, Sultan tidak diperkenankan melintasi Plengkung Gading. Sebaliknya, jenazah rakyat biasa dilarang melintas di bawahnya.

Lokasi dan Aktivitas Wisata

Plengkung Gading hanya berjarak sekitar 300 meter di selatan Alun-Alun Kidul. Lokasinya yang strategis membuatnya mudah dijangkau oleh wisatawan. Bangunan ini terbuka untuk umum tanpa batasan jam operasional, menawarkan suasana syahdu, terutama pada malam hari. Lampu-lampu kota yang menyala dan atmosfer vintage menjadikan Plengkung Gading lokasi favorit untuk berfoto.

Baca Juga: Event Akhir Pekan Yogyakarta: Musik, Pameran Seni hingga Kolaborasi Budaya

Pesona yang Tak Lekang oleh Waktu

Plengkung Gading bukan hanya simbol sejarah, tetapi juga lambang kekayaan budaya Yogyakarta. Dengan keindahan arsitektur, nilai filosofi, serta cerita mitos yang menarik, Plengkung Gading menjadi salah satu destinasi yang wajib dikunjungi di Yogyakarta.

Baik sebagai saksi sejarah maupun tempat wisata yang menawan, Plengkung Gading akan terus menjadi bagian penting dari identitas budaya Yogyakarta. Jangan lupa untuk mengabadikan momen di sini, terutama saat malam hari, ketika suasana semakin magis. []

Related posts