Dosen ISI Yogyakarta Turun ke Jalan, Tuntut Hak Tukin yang Tertunda Sejak 2020

  • Whatsapp
Dosen ASN Demo Tukin
Dosen ASN ISI Yogyakarta menggelar demo menuntut hak tunjangan kinerja. (Istimewa)

BacaJogja – Puluhan dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menggelar aksi demonstrasi di depan gedung rektorat pada Senin, 3 Februari 2025. Dengan penuh semangat, mereka menuntut keadilan: pembayaran tunjangan kinerja (tukin) yang telah tertunda sejak 2020.

Dengan membawa spanduk besar bertuliskan “Dosen ASN ISI Yogyakarta Menuntut Keadilan. Kami Sudah Laksanakan Tri Dharma, Maka Tukin 2020-2024 Jangan Dikemplang”, mereka menyerukan tuntutan dengan lantang. Tak hanya itu, yel-yel “Bayar, bayar, bayar tukinnya!” menggema di tengah aksi, menambah semangat perjuangan mereka.

Read More

Uniknya, aksi ini juga diwarnai dengan pertunjukan tari sebagai simbol protes damai yang tetap mencerminkan identitas mereka sebagai akademisi seni.

Baca Juga: Polemik Larangan Elpiji 3 Kg di Pengecer: Solusi atau Masalah Baru?

Gaji Pas-pasan, Beban Akademik Berat

Koordinator Aliansi Dosen ASN Kemendikbudristek Seluruh Indonesia (Adaksi) Yogyakarta, Titis Setyono Adi Nugroho, menjelaskan bahwa sejak 2020, para dosen ASN hanya menerima gaji pokok dan uang lauk pauk, tanpa tunjangan kinerja.

“Kalau di Jogja mungkin masih mendekati UMR, tapi di wilayah lain banyak yang hanya menerima dua hingga tiga juta rupiah per bulan. Padahal, kami harus mengeluarkan uang pribadi untuk jurnal, penelitian, dan kepentingan akademik lainnya,” ujarnya.

Menurut Titis, kondisi ini membuat banyak dosen mengalami kesulitan finansial. Tak sedikit yang terpaksa mencari pekerjaan sampingan demi mencukupi kebutuhan. “Ada yang jadi EO, jualan katering, pokoknya semua nyambi. Tidak ada yang tidak nyambi kalau di sini,” ungkapnya dengan nada prihatin.

Baca Juga: Jadwal SIM Keliling & SIM Corner DIY Februari 2025: Cek Lokasi dan Jam Layanan!

Dukungan untuk Aksi di Jakarta

Aksi di Yogyakarta ini merupakan bentuk solidaritas terhadap ribuan dosen lain yang menggelar demonstrasi di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada hari yang sama. Menurut Titis, secara nasional, ada sekitar 88 ribu dosen yang menghadapi masalah serupa.

“Kami menuntut skema tiga yang dibayarkan, bukan skema satu yang telah disetujui Kemenkeu. Anggarannya hanya Rp2,5 triliun, jauh dari kebutuhan riil,” katanya. Besaran tukin yang seharusnya diterima dosen bervariasi sesuai kelas jabatan, berkisar antara Rp5 juta hingga Rp12 juta per bulan. “Bayangkan, dari nominal itu, kami hanya menerima gaji setara UMR. Miris sekali,” tambahnya.

Baca Juga: Muhammad Diva Aulia, Mahasiswa UMKLA Jawara Olimpiade Sains Nasional

Ancaman Mogok Nasional

Para dosen berharap aksi ini mendapat perhatian serius dari pemerintah. Jika tuntutan mereka tak dipenuhi, bukan tidak mungkin aksi lanjutan akan dilakukan.

“Kalau aksi di Jakarta tidak digubris, kemungkinan besar akan ada aksi mogok nasional. Tapi kami berharap itu tidak terjadi,” pungkas Titis.

Aksi demonstrasi ini menjadi penanda keteguhan hati para akademisi dalam memperjuangkan hak mereka. Di balik gedung-gedung perkuliahan, ada perjuangan panjang yang belum usai. Kini, bola panas ada di tangan pemerintah: akankah mereka memenuhi tuntutan para dosen, atau justru membiarkan suara mereka terus menggema di jalanan?

Related posts