PBTY di Kampung Ketandan: Perpaduan Budaya Tionghoa dan Keistimewaan Jogja

  • Whatsapp
kampung ketandan
Atraksi Liong di Kmpung Ketandan Yogyakarta. (Istimewa)

BacaJogja – Kampung Ketandan, saksi sejarah akulturasi budaya Tionghoa, Keraton, dan masyarakat Yogyakarta, kembali menjadi pusat perayaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) 2025. Terletak di pusat Kota Yogyakarta, kawasan ini mencakup Jalan Ahmad Yani, Jalan Suryatmajan, Jalan Suryotomo, dan Jalan Los Pasar Beringharjo. Sejak lebih dari 200 tahun lalu, Ketandan menjadi permukiman dan pusat aktivitas ekonomi komunitas Tionghoa, menjadikannya salah satu Pecinan utama di Jogja.

Kampung Ketandan mulai berkembang pada akhir abad ke-19 sebagai pemukiman komunitas Tionghoa di bawah kebijakan kolonial Belanda. Saat itu, Belanda menerapkan aturan pembatasan gerak (passentelsel) dan wilayah tinggal (wijkertelsel) bagi warga Tionghoa. Namun, berkat izin Sri Sultan Hamengku Buwono II, mereka tetap dapat menetap di kawasan ini, yang berkontribusi pada pertumbuhan perdagangan dan perekonomian Jogja.

Read More

Baca Juga: Ikut Lomba Fashion Show Lansia di RSA UGM! Tunjukkan Pesonamu dalam Balutan Kebaya

Arsitektur bangunan di Kampung Ketandan masih mencerminkan gaya klasik, dengan rumah-rumah toko (ruko) berlantai dua yang digunakan sebagai tempat tinggal sekaligus tempat usaha. Sejak 1950-an, sebagian besar warga beralih ke bisnis perhiasan emas, menjadikan Ketandan sebagai pusat perdagangan emas pertama di Yogyakarta pada 1955. Hingga kini, kawasan ini tetap menjadi pusat aktivitas ekonomi yang ramai, dengan warga Tionghoa juga bermukim di Beskalan dan Pajeksan.

Sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya, Pemerintah Kota Yogyakarta telah menetapkan Kampung Ketandan sebagai kawasan cagar budaya Pecinan. Renovasi bangunan di daerah ini didorong untuk tetap mempertahankan arsitektur khas Tionghoa. Salah satu ciri khas bangunan asli Ketandan adalah atap gunungan yang kemudian berakulturasi dengan arsitektur Jawa, menciptakan bentuk lancip yang unik. Keunikan lainnya adalah adanya jangkar di dinding rumah, khas arsitektur Tionghoa.

Baca Juga: Tak Lagi Dilarang! Pengecer Boleh Jual LPG 3 Kg, Namun dengan Sistem Baru

PBTY: Atraksi Spektakuler dan Perayaan Imlek Meriah

Sejak 2006, Kampung Ketandan menjadi tuan rumah Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY), sebuah festival budaya yang digelar setiap menjelang Tahun Baru Imlek. PBTY 2025 akan berlangsung pada 6-12 Februari di Teras Malioboro Ketandan dan menghadirkan berbagai atraksi budaya yang menarik.

Acara ini akan menampilkan pertunjukan spektakuler seperti atraksi liong samsi, barongsai, dan wayang po tay he, serta pameran seni budaya di Rumah Budaya Kampung Ketandan, yang dulunya merupakan kediaman Kapiten Tan Jin Sing atau Kanjeng Raden Tumenggung Secodiningrat.

Ketua Jogja Chinese Art & Culture Centre (JCACC), Tandean Harry Setio, menjelaskan bahwa PBTY 2025 mengusung tema “Seni Budaya Membentuk Karakter Bangsa.” Menurutnya, karakter tidak bisa dibangun secara instan, melainkan melalui proses panjang. “Kami ingin memperkenalkan seni budaya kepada generasi muda agar mereka memahami bahwa seni dapat menjadi alat pemersatu bangsa,” ujarnya dalam konferensi pers di Balai Kota Yogyakarta.

Baca Juga: Kebijakan Baru Pembelian LPG 3 Kg, Sudah Keterlaluan!

Puncak acara PBTY adalah karnaval budaya yang digelar pada 6 Februari 2025 mulai pukul 18.00 WIB. Karnaval akan berlangsung dari Parkir Abu Bakar Ali hingga Titik Nol Kilometer, dengan kemungkinan pengalihan lalu lintas di sekitar Malioboro. Selain itu, panggung lomba di Teras Malioboro Ketandan dan pameran tokoh-tokoh Tionghoa yang berjasa bagi Indonesia juga menjadi daya tarik utama.

Ketua Pelaksana PBTY XX 2025, Subekti Saputro Wijaya, menambahkan bahwa festival ini diadakan untuk memperkuat identitas Kampung Ketandan sebagai pusat budaya Tionghoa di Yogyakarta. “PBTY bukan hanya milik warga Tionghoa, tetapi juga milik seluruh masyarakat Jogja yang ingin menikmati keragaman budaya dan kuliner khas Imlek,” katanya.

Untuk kenyamanan pengunjung, penyelenggara telah menyiapkan kantong parkir di beberapa lokasi, seperti Jalan Suryatmajan, Pasar Beringharjo, dan Beskalan. Namun, masyarakat diimbau menggunakan transportasi umum untuk menghindari kepadatan di sekitar Malioboro.

Dengan beragam atraksi dan festival budaya yang semakin kaya, PBTY 2025 diharapkan menjadi ajang yang mempererat keberagaman budaya serta memperkuat toleransi di Yogyakarta. []

Related posts