BacaJogja – Bangsal Kepatihan Yogyakarta menjadi saksi persembahan budaya yang memukau pada Jumat (28/11) malam melalui puncak Gelar Budaya Catur Sagatra 2025. Di hadapan para tamu undangan dan masyarakat pecinta seni tradisi, empat trah Mataram Islam tampil dalam satu panggung untuk menegaskan nilai persaudaraan, pelestarian budaya, dan makna kesejahteraan menurut tradisi Jawa.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi menegaskan bahwa kesejahteraan dalam perspektif budaya Mataram Islam bukan hanya berkaitan dengan kondisi fisik, tetapi keselarasan antara raga, rasa, dan ruh, serta harmoni manusia dengan alam dan kehadiran Ilahi.
“Pada malam hari ini, menjadi puncak kegiatan, di mana menjadi gelaran tari Catur Sagatra yang menampilkan karya seni tari sebagai perwujudan olah rasa, olah raga, dan olah jiwa,” ujarnya.
Baca Juga: Sultan: Embarkasi Haji Yogyakarta Bukan Sekadar Lokasi, Tapi Ekosistem Pelayanan yang Harus Sempurna
Dian juga menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada empat trah Mataram Islam yang telah terlibat penuh dalam seluruh rangkaian kegiatan. Komitmen, kerja bersama, dan perhatian yang diberikan dianggap sebagai perwujudan nyata pelestarian warisan budaya adiluhung. “Tradisi akan selalu menemukan kehidupan baru, selama generasi yang ada bersedia merawat dan mempelajarinya,” tegasnya.
Harmoni Kesejahteraan dalam Bingkai Budaya
Gelar Budaya Catur Sagatra tahun ini mengangkat tema “Wellness: Kalyana, Hamemayu Hayuning Bawana”, yang menegaskan bahwa kesejahteraan sejati adalah kesatuan antara jasmani, batin, dan spiritual.
Sekretaris Daerah DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, saat membacakan sambutan Gubernur DIY, menjelaskan bahwa wellness bukan sekadar tren gaya hidup, tetapi sebuah kesadaran mendalam untuk menjalani kehidupan selaras dengan alam dan kebajikan.
“Wellness adalah laku pangrakiting manah, upaya mengasah kejernihan batin agar hidup berjalan seirama dengan denyut alam,” ucapnya.
Baca Juga: Berburu Kendaraan Murah? Pemkot Yogyakarta Lelang 62 Unit Kendaraan Dinas untuk Umum
Made menggambarkan Catur Sagatra sebagai maharsi budaya — cermin persaudaraan empat trah Mataram Islam yang mengalir seperti empat mata air menuju sungai peradaban yang sama. Sebelum malam puncak, rangkaian kegiatan seperti seminar, workshop seni tradisi, dan kolaborasi lintas keraton telah digelar untuk memperkuat pemahaman budaya dan petuah leluhur.
Tarian Sakral Empat Istana Mataram Islam
Sebagai inti perayaan, empat tarian sakral dari empat trah Mataram Islam dipentaskan secara bergiliran di panggung utama Bangsal Kepatihan:
🔹 Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat – Beksan Lampah Jantra
🔹 Kasunanan Surakarta Hadiningrat – Beksan Wirya Naranata
🔹 Kadipaten Pakualaman – Beksan Pitutur Jati
🔹 Kadipaten Puro Mangkunegaran – Bedhaya Krama Jiwa
Masing-masing tarian membawa nilai filosofis dan laku budaya yang menjadi ciri khas istana asalnya. Keseluruhan penampilan menjadi simbol kebersamaan, keluhuran budi, serta konsistensi pelestarian budaya Mataram Islam untuk generasi masa kini dan mendatang. []






