Kulon Progo – Menelisik lebih dalam proses untuk menciptakan produk anyaman memang memiliki nilai kerumitan maupun tingkat kesulitan tersendiri, seperti yang digeluti sosok perempuan bernama Surati.
Ibu rumah tangga ini memanfaatkan waktu luangnya dengan menganyam keranjang di kediamannya yang berada di Padukuhan Tosari, Kalurahan Banjarasri, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Di kalangan penduduk setempat tak banyak yang melakoni pekerjaan ini.
Awal mula pada tahun 2018 Surati ditawari oleh tetangga satu desa untuk membuat anyaman dengan proses produksi dilakukan di rumah saja. Tanpa basa-basi ia langsung mengambil pekerjaan itu.
Baca Juga: Tas Kulit Batik Abdarta, Karya Mahasiswa UNY Calon Ikonik Kerajinan Yogyakarta
Dimulailah pelatihan yang dilaksanakan di kediaman Bu Indah selaku orang menawari pekerjaan yang juga merupakan tempat penyetoran sebelum didistribusi ke pabrik.
Surati mengatakan hanya mengikuti pelatihan mengayam satu hari saja. Sebab suaminya memang memiliki kemampuan mengayam. “Jadi saya latihan di rumah, seterusnya ya bekerja mandiri di rumah. Hingga berangsur-angsur mampu berproses membuat anyaman seorang diri,” katanya, Sabtu, 15 Oktober 2021.
Anyaman yang dibuat berbahan dasar dari raffia, mendong (sejenis daun pandan), dan debog daun pisang. Bahan tersebut menyerupai tali yang diplintir membulat. Untuk seminggunya menghabiskan tali kurang lebih sepanjang 175 meter. Jika dibuat keranjang mampu menghasilkan enam sampai sembilan pieces.
“Pembuatan anyaman setiap minggu ditentukan dari kebutuhan jenis bahan istilahnya sesuai pesanan dari pabriknya,” ungkapnya.
Baca Juga: Sandiaga Uno: Pelestarian Budaya dan Peningkatan Kreativitas Buka Kesempatan Lapangan Kerja
Untuk alatnya sendiri memang sangat unik terbuat dari papan kayu yang dibuat dengan ukuran-ukuran tertentu bernama mal. Dibuat dengan tinggi 40 cm, diameter 22 cm, dan jarak per papan 2-3 cm.
Mal terdiri dari lima kerangka terpisah yaitu dua bagian besar dan tiga bagian kecil di tengah. Alat ini berguna sebagai acuan juga pengunci pola ketika menganyam ditambah dengan bantuan senar.
Proses pembuatan diawali dengan menyusun bagian-bagian dari mal setelah pas lantas diikat menggunakan tali. Baru dipasangkan senar sepanjang 3 meter yang dililit memutar sesuai ukuran atau jarak dari papan mal diteruskan dengan pemasangan debog. Setelah itu dimulailah menganyam bagian dasar pada bawah keranjang berlanjut pada bagian keranjang secara keseluruhan.
Kegunaan senar selain membentuk pola adalah sebagai pengancing pada hasil akhir. Dengan memasukkan di sela-sela anyaman yang sudah jadi sebanyak empat kali dilakukan secara berurutan hingga habis, setelahnya senar berlebih dipotong.
Baca Juga: UNESCO Bersama Citi Indonesia Merayakan Hari Batik Nasional
Dalam pembuatan satu keranjang memerlukan waktu dua jam. Dalam seharinya Surati mampu menghasilkan tiga keranjang. Jadi satu gulungan tali bahan dominan habis dalam jangka satu minggu atau terkadang lebih dengan hasil enam sampai sembilan keranjang jadi, setiap sekali
penyetoran.
Tak hanya jenis keranjang bulat saja yang dibuat namun juga keranjang kotak. Tentu dalam pembuatannya menggunakan mal berbentuk kotak. Selain itu waktu yang dibutuhkan lebih singkat hanya satu setengah jam.
Untuk harga kedua jenis anyaman juga berbeda. Anyaman bulat dihargai Rp9.000 sedangkan anyaman kotak dihargai Rp5.000. Gaji yang peroleh setiap bulannya ditentukan dari banyaknya pembuatan.
Menurut Surati, jika lancar produksinya menerima upah sebulannya antara Rp600.000 sampai Rp800.000. “Biasanya untuk upah gak tentu diberikan setiap satu bulan namun kadang hingga dua bulan baru gajian,” tambahnya.
Selama bulan Juli sampai pertengahan Agustus job sempat mandeg, tetapi akhir Agustus pekerjaan sudah tersedia kembali. []
Artikel kiriman Luciana Bertha Ananda, Mahasiswa Public Relations ASMI Santa Maria Yogyakarta.