Kulon Progo – Namanya Parijem, seorang lanjut usia ini berprofesi sebagai pembuat dan pedagang panganan tradisional. Meskipun sudah berada di usia senja, tepatnya 66 tahun, perempuan ini tidak pernah patah semangat dalam menjalani segudang aktivitasnya sebagai pedagang makanan olahan berbahan baku singkong dan tempe kedelai.
Simbah yang berdomisili di Tosari, Kalurahan Banjarasri, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta ini mengolahnya menjadi camilan yang cukup bervariasi seperti geblek, cothot dan tape goreng. Selain itu ia juga menerima pesanan setiap waktu berupa geblek dan tempe. Dengan usaha dan bisnis yang ditekuninya selama kurang lebih 50 tahun itu sukses menjadi sumber penghasilan utama.
Baca Juga: Viral Kuliner Sambal Belut Pak Wardi di Sleman Yogyakarta
Saat ditemui di kediamannya pada Senin, 15 November 2021, Parijem menjelaskan pekerjaan yang dilakukannya sudah ditekuni dari zaman masih muda setelah keluar dari pekerjaannya di sebuah pabrik tenun hingga berhasil bertahan sampai saat ini. “Dulu saya berjualannya di Pasar Bogo dan Pasar Barakan, saya tempuh dengan berjalan kaki saja padahal jaraknya jauh,” katanya.
Namun karena faktor usia yang kian menua kini Parijem hanya memasarkan dagangannya setiap Pon di Pasar Boro dan setiap Kliwon di Pasar Dekso dengan menitipkannya pada Kios Sutar. Namun dengan usianya yang sudah tidak muda lagi, hingga kini ia masih sanggup menempuh jarak 2 km dari rumahnya menuju Pasar Boro dengan berjalan kaki pulang pergi. Sedangkan untuk menuju Pasar Dekso ia tempuh dengan naik angkutan umum.
“Untuk setiap sekali pembuatan geblek biasanya menghabiskan sekitar 25 kilogram singkong sedangkan untuk setiap sekali pembuatan tempe menghabiskan sekitar 5 kilogram kedelai,” kata Parijem.
Proses Pembuatan Secara Tradisional
Camilan yang dibuatnya ini semua masih diproses secara tradisonal tanpa bantuan mesin moderen. Meskipun tampilan panganan terlihat sederhana, tetapi sangatlah bernilai khususnya pada proses pembuatannya yang membutuhkan ketelitian juga waktu yang cukup lama.
Dalam proses untuk mengubah singkong menjadi geblek membutuhkan waktu dua hari dari langkah awal berupa pengupasan kulit singkong, mencucinya hingga bersih, memarutnya, lantas dilakukan pemipitan selama satu malam.
Kemudian dilakukan pengukusan hingga matang kemudian dicampurkan dengan pati kanji dari hasil endapan sari singkong lantas dibiarkan hingga dingin lalu ditumbuk dengan alat bernama lumpang hingga menghasilkan trempos. Setelahnya trempos digilintir secara manual dan dibentuk menjadi geblek lantas diakhiri dengan pembungkusan.
Baca Juga: Cilok Gajahan Alun-alun Kidul Yogyakarta, Camilan Favorit Pecinta Kuliner
Sedangkan untuk pembuatan tempe berlangsung selama tiga hari, bermula pada perendaman kedelai selama satu malam, direbus, direndam lagi selama satu malam, diidak dan dicuci, dikukus dibiarkan dingin lantas diberi usar dan terakhir dibungkus dengan daun pisang. “Tetapi dalam beberapa hari terakhir saya sedang tidak membuat tape goreng dan cothot dikarenakan sedang musim hujan,” ungkapnya.
Ketekunan dan semangatnya ini membuahkan hasil. Di rumahnya juga punya warung sederhana dan memelihara sapi berkualitas unggul dan beberapa ayam bangkok. Toh, Parijem tetap bekerja dengan penuh semangat seperti layaknya masih muda. []
Artikel kiriman Luciana Bertha Ananda, Mahasiswa Public Relations ASMI Santa Maria Yogyakarta