Ritual Jamasan 14 Pusaka untuk Menghidupkan Kembali Warisan Budaya Kulon Progo

  • Whatsapp
ritual jamasan pusaka
Proses jamasan 14 pusaka di Kulon Progo (Pemkab Kulon Progo)

BacaJogja – Di tengah keramaian Rumah Dinas Bupati Kulon Progo, suasana khidmat menyelimuti acara ritual jamasan 14 pusaka yang digelar oleh Dinas Kebudayaan Kulon Progo, Jumat, 26 Juli 2024.

Tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur ini dipentaskan dengan penuh kehormatan, menegaskan komitmen daerah dalam melestarikan kebudayaan dan tradisi yang telah lama ada.

Read More

Umroh liburan

Acara ini dimulai dengan prosesi pembukaan yang dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Triyanto Raharjo, S.Sos., M.Si, Staf Ahli Bupati Kulon Progo, serta Ketua Dinas Kebudayaan Kulon Progo, Drs. Eka Pranyata. Suasana semakin khidmat dengan iringan musik tradisional yang menggema di sekitar lokasi, menciptakan suasana yang penuh makna.

Baca Juga: Toko Kopi Tuku: Jejak Melbourne dari Jakarta Menghangatkan Yogyakarta

Kepala Dinas Kebudayaan Kulon Progo Eka Pranyata, menjelaskan tujuan prosesi ritual acara jamasan ini. “Acara ini bertujuan untuk memperkenalkan dan memamerkan dua pusaka bersejarah—Pusaka Kanjeng Kyai Bantar Angin dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pusaka Kanjeng Kyai Amiluhur dari Kadipaten Pakualaman. Kami ingin membersihkan dan merawat pusaka-pusaka ini sekaligus memperkenalkan tradisi jamasan kepada masyarakat,” jelasnya.

Dia mengatakan, tradisi jamasan, atau pembersihan pusaka, merupakan ritual penting dalam budaya Jawa. Ritual ini memiliki makna yang dalam: “Jamasan bertujuan untuk menambah keyakinan dan kekuatan pusaka. Dalam budaya Jawa, ini adalah cara untuk memperkuat dan membersihkan pusaka, sehingga tetap memiliki kekuatan spiritual,” kata Eka.

jamasan kulon progo
Proses jamasan 14 pusaka di Kulon Progo (Pemkab Kulon Progo)

Baca Juga: Bu Sri Mau Jual Rumah Kost di Kawasan Elit, Hasilnya untuk Menyumbang Masjid

Triyanto Raharjo juga memberikan penjelasan mendalam tentang makna jamasan. “Jamasan berasal dari kata ‘jamás’ dalam bahasa Jawa krama inggil, yang berarti mandi atau membersihkan. Ritual ini mencerminkan nilai-nilai kehidupan seperti gotong royong, kebersamaan, dan religiusitas,” kata Triyanto.

Dia menambahkan bahwa tradisi ini juga mengajarkan tentang pentingnya membersihkan diri secara lahir dan batin, serta menjaga lingkungan.

Baca Juga: Lapis Kraton dan Dimas Wismaya di Yogyakarta, Kejutan Wisata dan Layanan dalam Genggaman Gawai

Peninggalan pusaka dari nenek moyang, menurut Triyanto, memiliki kekuatan magis yang akan memberikan perlindungan jika dirawat dengan baik. “Jika pusaka tidak dirawat, kekuatannya bisa pudar atau hilang,” ujarnya.

Dengan acara ini, Dinas Kebudayaan Kulon Progo berharap masyarakat akan semakin mengenal dan menghargai pusaka-pusaka serta tradisi Jawa yang ada. Upaya ini diharapkan dapat memastikan bahwa kelestarian budaya tetap terjaga dan diteruskan kepada generasi mendatang. []

Related posts