BacaJogja – Kabupaten Sleman dikenal sebagai sentra utama produksi salak di Indonesia, dengan daerah produksi tersebar di Kapanewon Tempel, Turi, dan Pakem. Buah salak, khususnya varian pondoh dan madu, telah menjadi ikon penting bagi pertanian Sleman serta komoditas unggulan yang memberikan kontribusi ekonomi signifikan bagi para petani lokal.
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemkab Sleman bersama Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas salak, demi memenuhi permintaan pasar domestik maupun internasional. Meski beberapa tahun lalu pengembangan salak dihadapkan pada tantangan seperti usia tanaman yang tua dan serangan hama lalat buah, berbagai langkah telah diambil untuk mengatasi permasalahan ini.
Baca Juga: Polres Kulon Progo Musnahkan Ribuan Botol Miras Ilegal Demi Kondusivitas Jelang Pilkada 2024
Salah satu solusi utama adalah peremajaan tanaman salak melalui bantuan pupuk organik, pupuk kimia, dan teknik pencangkokan. Selain itu, penerapan Good Agricultural Practices (GAP) melalui sekolah lapang, pelatihan, dan pendampingan teknis kepada petani juga dilakukan secara intensif.
Data dari DP3 Sleman menunjukkan hasil yang menggembirakan. Meskipun luas lahan panen berkurang sebesar 42% dari tahun 2019 hingga 2023, penurunan produksi hanya sebesar 5,13%. Produktivitas justru meningkat hingga 65,56%, dengan produktivitas salak mencapai 390,08 kw per hektar pada 2023, naik dari 235,60 kw per hektar pada 2019. Hal ini menegaskan keberhasilan strategi peremajaan dan pengendalian hama yang diterapkan di Sleman.
Baca Juga: Praktis Tanpa Repot, Layanan e-Porter Terintegrasi dengan Access by KAI, Ini Keunggulannya
Di samping salak pondoh, varian salak madu kini semakin digemari oleh konsumen karena cita rasanya yang lebih manis dan tekstur daging buah yang lembut. Salak madu Balerante dan salak madu Probo dari Sokomartani menjadi dua jenis yang paling diminati pasar.
Kelebihan salak madu yang juicy dan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan salak pondoh membuatnya semakin populer di kalangan konsumen. Bahkan, pada musim kekeringan akibat El Niño, harga salak madu bisa mencapai Rp 25.000 per kilogram, memberikan keuntungan lebih bagi petani.
Selain pengembangan varietas salak madu, Pemkab Sleman juga mendorong inovasi pertanian melalui pemberian mesin **chopper** untuk mempermudah proses pencacahan pelepah salak sebagai pupuk alami serta bantuan Pupuk Hayati Cair (PHC) guna mempercepat proses fermentasi. Dinas Pertanian juga merencanakan penerapan teknologi **irigasi tetes** di lahan pertanian salak untuk mengatasi masalah penurunan produksi selama musim kemarau.
Baca Juga: Teras Malioboro: Pusat Wisata Belanja dan Ekonomi Kreatif, Destinasi Andalan Yogyakarta
Dengan berbagai upaya ini, petani berharap salak pondoh sebagai komoditas khas Sleman tetap dipertahankan, sambil terus mengembangkan salak madu yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Selain itu, salak gading dengan warna kuning terang dan rasa khas yang sepat juga tengah diupayakan untuk dikembangkan lebih luas, meski saat ini luas panennya baru mencapai 1,51 hektar.
Keberhasilan dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas salak di Kabupaten Sleman menjadikan buah ini semakin diminati, baik di pasar domestik maupun mancanegara. Dengan strategi yang terus berfokus pada inovasi pertanian dan peningkatan kesejahteraan petani, salak Sleman berpotensi semakin memperkokoh posisinya sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia. (Pemkab Sleman)