BacaJogja – Universitas Paramadina bekerja sama dengan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menggelar diskusi publik bertema “PPN 12%: Solusi atau Beban Baru?” pada Senin (2/12/2024). Diskusi ini menghadirkan pakar ekonomi dan akademisi untuk menganalisis dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan diberlakukan mulai Januari 2025.
Ketua Program Studi Manajemen Universitas Paramadina, Adrian A. Wijanarko, MM, menggarisbawahi dampak kebijakan ini terhadap generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial. Menurutnya, kenaikan PPN berpotensi memaksa kelompok ini untuk lebih menekan konsumsi dan memprioritaskan tabungan guna memenuhi kebutuhan pendidikan, properti, dan investasi.
Baca Juga: Festival Sastra Yogyakarta 2024: SIYAGA, Perayaan Sastra di Tengah Dinamika Perubahan
Generasi muda sudah menghadapi berbagai tantangan, seperti ketidakpastian ekonomi global dan persaingan kerja. Kenaikan PPN ini akan memengaruhi pola konsumsi dan strategi keuangan mereka ke depan,” ungkap Adrian.
Kondisi Fiskal Indonesia dalam Sorotan
Wijayanto Samirin, MPP, ekonom Universitas Paramadina, menyoroti bahwa kenaikan PPN mencerminkan tantangan fiskal yang dihadapi Indonesia. Penurunan penerimaan pajak nasional hingga Oktober 2024 sebesar 0,4%, rendahnya rasio pajak, serta meningkatnya utang negara menjadi sinyal serius bagi keberlanjutan fiskal.
“Kebijakan ini harus disertai reformasi menyeluruh, termasuk perbaikan tata kelola pajak dan pengurangan insentif pajak yang tidak efisien,” tegasnya.
Baca Juga: ISEO 2025: Energi Baru Ekonomi Syariah untuk Transisi dan Keberlanjutan Nasional
PDB dan Daya Beli Masyarakat Tertekan
Dr. M. Rizal Taufikurahman, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, memaparkan potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat kenaikan PPN. Ia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) akan tergerus sebesar 0,17%, dipicu oleh penurunan konsumsi rumah tangga, ekspor, dan daya saing industri.
“Kenaikan PPN tak hanya menekan daya beli masyarakat, tetapi juga meningkatkan inflasi, yang pada akhirnya memperbesar beban ekonomi kelas menengah,” jelas Rizal.
Diskusi ini menggarisbawahi perlunya kebijakan yang lebih komprehensif untuk memastikan kenaikan PPN tidak menjadi beban berat bagi masyarakat dan ekonomi nasional. Reformasi tata kelola pajak, pengendalian inflasi, serta konsistensi kebijakan menjadi langkah yang diharapkan oleh para akademisi dan ekonom. []