BacaJogja – Program unggulan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, Makan Bergizi Gratis (MBG), resmi diluncurkan pada Senin, 6 Januari 2025. Program ini menyasar tiga juta penerima manfaat di 26 provinsi di Indonesia. Namun, para pakar mengingatkan bahwa program ini memiliki tantangan besar dan risiko signifikan.
Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Indra Bastian, Ph.D., menyoroti potensi masalah yang mungkin muncul dalam pelaksanaan MBG, terutama jika sistem pendukungnya belum matang. “Ini kebijakan baru, tentu ada tantangan dan risikonya. Jika sistemnya belum kuat, maka potensi gejolak sosial bisa muncul,” ungkapnya.
Baca Juga: Ingkung Cancut Taliwondo: Resep Otentik dan Semangat Perjuangan Mbah Kentol di Bantul
Tantangan Sistem dan Risiko Sosial
Prof. Indra menjelaskan, sistem pendukung yang kuat adalah kunci sukses program ini. Sebagai contoh, ia membandingkan dengan Program Penyediaan Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah (PMT-AS) yang diluncurkan Anies Baswedan pada 2019 saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. “Saat itu, sistem penyediaan bahan pangan sudah solid, sehingga program berjalan lebih lancar,” jelasnya.
Pada MBG, risiko sosial bisa terjadi jika distribusi makanan tidak merata. Misalnya, di satu daerah hanya tersedia sayuran, sementara daerah lain mendapatkan daging. “Ketidakmerataan seperti ini bisa memicu ketidakpuasan masyarakat. Selain itu, kelangkaan bahan pangan di satu daerah dapat berdampak pada keberlanjutan program,” tambahnya.
Baca Juga: Waspada Hujan Lebat dan Angin Kencang di Yogyakarta, Selasa 7 Januari 2025
Tiga Risiko Utama
Menurut Prof. Indra, setidaknya ada tiga risiko utama yang mengintai pelaksanaan program MBG:
- Risiko Sosial: Ketidakpuasan masyarakat akibat distribusi yang tidak merata atau kualitas makanan yang tidak sesuai harapan.
- Risiko Ekonomi: Anggaran program yang besar dan fluktuatif dapat membebani pemerintah, terutama jika terjadi kenaikan harga bahan pangan secara signifikan.
- Risiko Psikologis: Kritik masyarakat bisa meningkat jika makanan yang disediakan dianggap tidak enak atau tidak layak konsumsi.
Dampak Positif dan Catatan Penting
Baca Juga: Kecelakaan Kapal di Pantai Congot: SAR Gabungan Masih Cari Korban Hilang
Meski demikian, program ini memiliki dampak positif jika berjalan sesuai rencana. Orang tua dapat menghemat uang jajan anak, yang dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain. Secara psikologis, mereka juga merasa lebih tenang karena anak-anak tetap mendapatkan asupan gizi yang cukup.
Namun, Dosen FEB UGM ini menegaskan, “Kuncinya adalah pada kualitas pelaksanaan. Jika tidak berjalan sesuai rencana, program ini justru bisa memicu gelombang ketidakpuasan sosial dan ekonomi.”
Pakar UGM ini menekankan pentingnya membangun sistem distribusi dan ketahanan pangan yang solid untuk mendukung MBG. Instrumen penting seperti manajemen pasokan bahan pangan dan pengawasan kualitas makanan harus diperkuat sejak awal. “Tanpa sistem yang matang, risiko besar akan sulit dihindari,” tuturnya. []