BacaJogja – Universitas Paramadina, bekerja sama dengan Institut untuk Pembangunan Ekonomi dan Keuangan (INDEF), menyelenggarakan diskusi daring yang membahas “Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo di Bidang Ekonomi” pada Rabu (22/1/2025). Diskusi ini menghadirkan sejumlah pemikir ekonomi terkemuka untuk membedah kebijakan dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan saat ini.
Prof. Didik J. Rachbini membuka diskusi dengan sorotan tajam terhadap visi Presiden Prabowo yang berfokus pada sektor ekonomi. Menurutnya, meskipun Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar, capaian ekonomi negara ini masih jauh dari puncaknya. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah rendahnya pertumbuhan sektor industri yang hanya mencatatkan 3-4% dalam dekade terakhir, tertinggal jauh dibandingkan negara seperti Vietnam yang mampu meraih angka 9-10%.
Baca Juga: Jadwal Layanan Bus SIM Keliling dan SIM Corner di Yogyakarta, Kamis, 23 Januari 2025
Vietnam, yang kini menguasai ekspor USD 405 miliar, menjadi pembanding yang relevan untuk Indonesia. Prof. Didik menekankan bahwa tanpa investasi besar-besaran di sektor industri, Indonesia akan kesulitan mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% hingga 2029.
Kinerja investasi Indonesia juga menjadi sorotan. Banyak investasi yang mengalir ke negara tetangga seperti Vietnam, yang menawarkan kondisi lebih kompetitif. “Tanpa peningkatan signifikan dalam investasi asing, sulit bagi Indonesia untuk mengejar target ekonomi yang lebih tinggi,” ujar Prof. Didik.
Digitalisasi Ekonomi: Harapan dan Tantangan
Eisha M. Rachbini, Ph.D., membahas sektor ekonomi digital sebagai pengungkit penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada 2024, sektor digital baru memberikan kontribusi 3,7% terhadap PDB, namun diprediksi akan tumbuh menjadi 7,1% pada 2025. Digitalisasi membuka peluang besar, meskipun ada tantangan yang dihadapi, salah satunya adalah penurunan daya beli masyarakat yang menghambat transaksi e-commerce.
Baca Juga: Polemik Pagar Laut: Kementerian ATR/BPN Tekankan Asas Contrarius Actus untuk Kepastian Hukum
Di sisi lain, Yose Rizal Damuri, Ph.D., mengkritik kebijakan ekonomi pemerintahan Prabowo yang masih terkesan minim kebijakan konkret dan lebih banyak diwarnai retorika. “Selain retorika yang masif, belum ada RPJMN yang dipublikasikan sebagai panduan kebijakan, padahal hal ini sangat dinantikan oleh pelaku usaha,” jelas Yose.
Tantangan Fiskal yang Mencuat
Wijayanto Samirin, MPP., memaparkan tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam mengelola fiskal. Dengan beban utang yang jatuh tempo mencapai Rp 1.600 triliun pada 2025-2026, ia memperingatkan perlunya penguatan penerimaan negara dan efisiensi pengeluaran. Selain itu, ketidakpastian regulasi dan tingginya risiko pembalikan investasi menjadi ancaman besar bagi pasar modal Indonesia.
Baca Juga: Panduan Libur Sekolah Ramadan dan Idulfitri 2025: Kebijakan, Jadwal, dan Peran Pemangku Kepentingan
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, seluruh narasumber sepakat bahwa visi Presiden Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% harus diapresiasi. Dengan kebijakan berbasis data kredibel, koordinasi yang lebih baik, serta dukungan terhadap sektor industri dan digitalisasi, Indonesia memiliki peluang untuk keluar dari tantangan fiskal dan ekonomi yang ada.
“Sukses bukan lagi pilihan, tetapi keharusan bagi pemerintahan ini,” kata Wijayanto, mengakhiri diskusi dengan optimisme yang tetap menyala di tengah tantangan global dan domestik yang semakin kompleks. []