BacaJogja – Penutupan Pameran Temporer Parama Iswari: Mahasakti Keraton Yogyakarta pada 22 Januari 2025 di Kagungan Dalem Pagelaran Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat tidak hanya menjadi acara penutupan yang berkesan, tetapi juga mempersembahkan keindahan tari tradisional yang sarat makna.
Tiga tari srimpi mahakarya, yang merupakan warisan budaya Keraton Yogyakarta, disuguhkan dengan penuh khidmat sebagai penutup pameran yang mengangkat peran perempuan dalam budaya dan tradisi Keraton.
Ketiga tari srimpi yang dipertunjukkan adalah Srimpi Wiraga Pariskara, Srimpi Lobong, dan Srimpi Pramugari, yang masing-masing memiliki makna mendalam mengenai perjalanan hidup perempuan dalam budaya Jawa.
Baca Juga: Panduan Libur Sekolah Ramadan dan Idulfitri 2025: Kebijakan, Jadwal, dan Peran Pemangku Kepentingan
Srimpi Wiraga Pariskara, yang pertama kali dipentaskan pada Maret 2024, menjadi simbol transformasi upacara adat tetesan, yang menandai peralihan seorang anak perempuan menuju kedewasaan.
Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam acara tersebut turut menyaksikan penampilan Srimpi Wiraga Pariskara bersama Menteri Pariwisata RI, Widiyanti Putri Wardhana, serta jajaran Forkopimda DIY. Pertunjukan yang dihadiri oleh ratusan masyarakat ini berlangsung dengan penuh rasa khidmat, dan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang kedudukan perempuan dalam budaya Keraton Yogyakarta.
Tari Srimpi Wiraga Pariskara tidak hanya menunjukkan keindahan gerakan tari, tetapi juga membawa pesan tentang peran perempuan dalam berbagai tahapan kehidupan. Tari ini menampilkan empat penari dewasa dan dua gadis kecil yang masing-masing menggambarkan tahapan dalam upacara tetesan, yaitu proses penting yang menandai perempuan muda memasuki masa kedewasaan. Dalam budaya Jawa, tetesan adalah simbol pengenalan akan tanggung jawab dan peran perempuan dalam masyarakat.
Baca Juga: ZCoffee Hening: Wujud Inklusivitas dan Kemandirian Penyandang Disabilitas di Yogyakarta
Tari srimpi yang ditampilkan dalam pameran ini juga menjadi simbol penghormatan terhadap perempuan sebagai simbol kekuatan dan kearifan dalam peradaban. Dengan busana tradisional yang digunakan oleh para penari, yang melambangkan kedewasaan dan pengabdian perempuan dalam budaya Jawa, tari-tari ini menjadi cerminan dari nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh Keraton Yogyakarta.
Selain itu, tari srimpi ini juga mengajak masyarakat untuk merenungkan kembali betapa pentingnya peran perempuan dalam memajukan budaya dan peradaban, serta bagaimana keberadaan mereka telah mengukir sejarah dan memperkuat nilai-nilai adat istiadat yang berlaku di Keraton Yogyakarta.
Melalui pementasan tari ini, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami dan menghargai kontribusi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam sejarah kerajaan maupun dalam konteks sosial yang lebih luas. “Ini bukan hanya soal tradisi, tetapi juga soal memberi ruang kepada perempuan untuk berperan lebih dalam masyarakat,” kata Sri Sultan, mengingatkan akan pentingnya peran perempuan dalam setiap lapisan kehidupan. []