Kulon Progo – Enam ekor ular sanca kembang (Malayophyton Reticulatus) dilepasliarkan di Kawasan Suaka Margasatwa, Sermo, Kulon Progo. Ular ini merupakan hasil penetasan telur yang ada di Wild Rescue Center (WRC) Jogja, Jumat, 25 Juni 2021. Pelepasliaran yang menjadi rangkaian memperingati Hari Konservasi Alam Nasional Tahun 2021 dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta bekerja sama dengan WRC Jogja.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pelepasliaran satwa di seluruh wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) secara serentak dan simultan mulai dari Bulan Mei hingga Desember 2021, dengan mengambil tema Living In Harmony with Nature: Melestarikan Satwa Liar Milik Negara.
Baca Juga:
Kepala Balai KSDA Yogyakarta, Muhammad Wahyudi mengatakan, ular Sanca Kembang yang dilepas merupakan hasil penetasan telur dari penyerahan Damkar DIY yang dititipkan perawatannya di WRC pada tanggal 27 Desember 2020. Selama enam bulan ular sanca tersebut dirawat WRC hingga siap dilepasliarkan. “Ada enam ekor ular sanca kembang yang dilepasliarkan di kawasan Suaka Margasatwa Sermo,” katanya dalam siaran persnya, Senin, 28 Juni 2021.
Ular Sanca Kembang merupakan jenis satwa liar yang tidak dilindungi di Indonesia. Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, Sanca Kembang berstatus Least Concern atau spesies beresiko rendah untuk punah di alam liar dan termasuk appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
“Ada enam ekor ular sanca kembang yang dilepasliarkan di kawasan Suaka Margasatwa Sermo”
Wahyudi mengatakan, di wilayah DIY masih terdapat potensi konflik satwa dengan manusia salah satunya ular Sanca Kembang. Perkembangan infrastruktur secara tidak langsung memberikan dampak kepada masyarakat dan habitat satwa. Semakin dekatnya permukiman dengan habitat satwa menjadikan potensi konflik semakin besar.
Baca Juga:
Tidak hanya satwa saja yang menjadi korban, namun manusia juga berisiko menjadi korban dari konflik ini. Kawasan konservasi seperti suaka margasatwa diharapkan menjadi salah satu alternatif meminimalisir konflik dengan membiarkan satwa hidup di kawasan suaka margasatwa.
Dia mengatakan, pelepasliaran ini menjadi upaya mengembalikan satwa jenis reptil tersebut ke habitatnya. Satwa juga bisa berkembang biak dan menghindari dari kepunahan. “Dengan tersedianya pakan yang cukup bagi satwa, semoga tidak ada satwa yang keluar ke permukiman dan menganggu tanaman milik masyarakat,” katanya. []