Yogyakarta – Dunia saat ini sedang memperbicangkan varian Covid-19 baru, yakni varian Mu atau B1621. Namun varian ini tidak seganas dibanding dengan varian Delta.
Ketua Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Gunadi mengatakan varian Mu atau B1621 sebagai penyebab Covid-19 tidak lebih ganas dengan varian delta. Namun Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sudah menyebutkan varian Mu sebagai kategori variant of Interest (VoI) atau yang perlu mendapat perhatian.
Baca Juga: Sri Sultan HB X Sebut 20 Warga Yogyakarta Terindikasi Terpapar Covid-19 Varian Delta
Menurut dia, dibandingkan dengan varian Delta yang masuk kategori Variant of Concern (VoC) atau yang perlu diwaspadai. Namun tetap perlu diantisipsi karena varian Mu diketahui menyebabkan penurunan kadar antibodi baik karena infeksi ataupun vaksinasi.
”Hasil riset awal menunjukkan varian Mu menyebabkan penurunan kadar antibodi netralisasi baik karena infeksi alamiah maupun vaksinasi, serupa dengan varian Beta. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut,” kata Gunadi, Selasa, 7 Sepetember 2021.
Baca Juga: Lima Strategi Yogyakarta usai 20 Warga Terindikasi Terpapar Varian Delta
Gunadi menyebutkan hingga saat ini varian baru virus corona penyebab Covid-19 yakni B.1.621 atau varian Mu ini belum terdeteksi di Indonesia. Namun perlu pengetataan pintu masuk ke Indonesia agar tidak sampai menyebar luas seperti varian delta sebelumnya.
Soal tingkat keganasannya Gunadi berkeyakinan varian ini tidak seganas varian Delta. ”Karena Delta kategori VoC levelnya tentunya di atas Mu yang kategori VoI,” paparnya.
Baca Juga: Waspada Varian Mu, PKS Yogyakarta Dorong Pemerintah Tuntaskan Vaksinasi
Lebih lanjut Gunadi mengungkapkan, virus Covid-19 terus bermutasi dengan memunculkan varian-varian baru yang memiliki tingkat keganasan dan keparahan yang berbeda. Bagi mereka yang sudah pernah terpapar Covid-19 atau pun yang sudah mendapat vaksin sudah memiliki kekebalan alami.
“Kekebalan alami yang ditimbulkan oleh infeksi alamiah pasti ada, tapi seberapa besar bisa melindungi dari risiko terinfeksi varian lain diperlukan riset lebih lanjut,” ungkapnya.
Kekebalan alami yang sudah terinfeksi walau belum vaksin menurutnya sama halnya mengukur efektivitas vaksin terhadap suatu varian dengan melakukan riset terlebih dahulu. Namun, antisipasi tetap diperlukan dengan melaksanakan protokol kesehatan secara ketat dan percepatan program vaksinasi. []