Bantul – Tembi Rumah Budaya dan Penerbit Kasan Ngali menggelar diskusi dan bincang buku bertajuk Demokrasi dan Problem HAM di Indonesia di Rumah Budaya Tembi, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Yoyakarta, Sabtu, 22 Januari 2022. Gelaran acara dihelat dalam rutinan Sastra Bulan Purnama, kegiatan sosial budaya di Rumah Budaya Tembi setiap bulan yang biasa menampilkan pentunjukan baca puisi dan diskusi buku.
Koordinator Sastra Bulan Purnama (SBP), Ons Untoro mengutarakan bentuk ekspresi kebudayaan Komunitas Sastra Bulan Purnama kini bukan hanya berupa pembacaan puisi atau musikalisasi puisi saja, namun juga perhelatan diskusi buku dan bincang-bincang tema-tema tententu juga merupakan ekspresi budaya.
“Ekspresi kebudayaan mempunyai banyak bentuk, selain pertunjukan musikalisasi puisi, ada pameran seni rupa, pameran foto, dan pertunjuka kesenian lainnya adalah bentuk dari ekspresi kebudayaaan,” katanya.
Baca Juga: Pesan Bupati, Kapolres dan Dandim Menyikapi Hasil Pilur Serentak di Kulon Progo
Perpaduan antara membaca puisi, pertunjukan monolog, musikalisasi puisi, selama ini rutin digelar sempat tersendat akibat pandemi Covid-19. Adanya pembatasan acara sastra dan kesenian kemudian komunitas beradaptasi dengan bentuk kegiatan diskusi untuk mengisi Sastra Bulan Purnama.
“Nuansa dari pergelaran Sastra Bulan Purnama tidak hanya diisi pertunjukan seni, namun juga produksi wacana lewat diskusi buku. Dalam diskusi, wacana tidak hanya diproduksi, tetapi sekaligus saling dibincangkan,” lanjut Ons.
Gelaran Sastra Bulan Purnama edisi khusus kali ini memiliki dimensi yang lebih luas, yakni menyangkut demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Menggandeng Penerbit Kasan Ngali untuk membincangkan buku ‘PSI Yang Saya Ketahui’ karya Imam Yudotomo.
Baca Juga: 76 Tahun Merdeka Masih Mencari Format Demokrasi, Sebuah Perjalanan Sejarah Sistem Ketatanegaraan
“Saya kira, perbincangan tema ‘Demokrasi dan Problem HAM di Indonesia’ memberikan dimensi pada proses kreatif penciptaan sastra. Karena mencipta karya sastra tidak hanya menyangkut persoalan teknis bersastra, tetapi dipengaruhi pemahaman persoalan yang lebih luas, menyangkut persoalan kebangsaan,” lanjut Ons Untoro.
Gelaran acara diskusi buku dan bincang-bincang bertema demokrasi dan problem HAM di Indonesia itu dimulai pada pukul 15.00 WIB. Mengetengahkan tiga orang narasumber yakni Taufan Damanik, Eko Sulistyo, dan Osmar Tanjung, sebagai pemantik diskusi, dan dimoderatori oleh Isti Nugroho. Diskusi dilangsungkan secara terbatas dengan peserta 30 orang dan disiarkan ‘live’ di channel YouTube ONS TV.
Baca Juga: Perajin Batik Tradisional Bantul Yogyakarta Deklarasi Dukung Muhaimin Iskandar Calon Presiden 2024
Tiga narasumber itu dikenal sebagai aktivis HAM dan demokrasi di era Orde Baru, yang saat ini berperan dalam jabatan yang berbeda. Narasumber pertama adalah Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia. Sebelumnya dia memiliki aktivis gerakan sosial di Sumatera Utara, dan pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatra Utara (USU) Medan.
Osmar Tanjung, seorang insinyur pertanian yang juaga aktivis gerakan tani. Ia pernah tinggal di London selama 8 tahun, dan pernah menjadi Ketua WIM (Wahana Informasi Masyarakat) di Medan. Saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama PTPN XI.
Eko Sulistyo, alumni jurusan sejarah UNS, Solo. Semasa kuliah dikenal sebagai aktivis gerakan mahasiswa. Sekarang Eko Sulistyo adalah salah satu Komisaris PLN. Sebelumnya dia pernah menjadi staf khusus di Kantor Sekretariat Presiden (KSP) Presiden Jokowi.
Baca Juga: Wajah Baru Pengurus Pranatacara di Bantul Siap Terdepan sebagai Pelestari Budaya Jawa
Bertindak sebagai moderator adalah Isti Nugroho, aktivis gerakan sosial 90-an yang sekarang mengelola Pusat Dokumentasi Politik Guntur 49, di Jakarta.
Sebelum diskusi dilangsungkan, ada sajian ‘opening’ pertunjukan monolog yang disebut sebagai Pertunjukkan Cepat Saji oleh Eko Winardi, seorang aktor teater dan aktivis sosial, Eko Winardi menampilkan monolog ‘Gusti Ratu Kidul’ naskah karya Agus Istianto. Rangkaian acara diskusi kemudian dipungkasi dengan pembacaan puisi oleh Agus Istianto, seorang aktor teater dari Yogyakarta. (Kontributor: Markaban Anwar)