Sleman – Tradisi Nyadran bukan hal asing bagi masyarakat Jawa, termasuk Yogyakarta. Tradisi yang dilakukan menjelang bulan Ramadan ini merupakan serangkaian ritual pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan. Selanjutnya tabur bunga serta berdoa, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.
Nyadran berasal dari tradisi Hindu-Budha. Sejak abad ke-15, para Walisanga menggabungkan tradisi ini dengan dakwahnya agar agama Islam dapat diterima dengan mudah di kalangan masyarakat pada saat itu.
Baca Juga: Mengenal Tradisi Ziarah Kuthomoro Keraton Yogyakarta Menjelang Ramadan
Tradisi ini masih membumi di Tanah Jawa. Pun di Yogyakarta, termasuk di Kalurahan Madurejo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman. Di Kalurhan Madurejo ini merupakan salah satu kawasan di Sleman yang kental kekhasan budaya, khususnya religi.
Di Kalurahan ini, ada makam dari leluhur Keraton Ngayogyakarta, yakni makam Ki Ageng Prawiro Rejoso yang merupakan orang tua Sri Sultan HB VI dan kakek dari Sri Sultan HB VII.
Tak heran, kawasan yang berada di Sleman bagian timur ini tiap tahunnya ramai dikunjungi warga yang melakukan ritual Nyadran dalam menyambut bulan suci Ramadan.
Tidak hanya sebagai lokasi pelaksanaan ritual, Kalurahan Madurejo beserta masyarakat setempat juga turut andil menyukseskan keberlangsungan ritual tahunan ini.
Baca Juga: Kereta Kencana Kiai Garuda Yeksa, Hadiah Kerajaan Belanda untuk Sri Sultan HB VI
Warga Dusun Madurejo secara swadaya memberikan kenduri atau hidangan berupa ingkung atau daging ayam kampung, gudangan, serta jajanan pasar sebanyak sembilan paket.
Hidangan khas Nyadran dari tradisi keturunan Ki Ageng Prawiro Rejoso dan masyarakat Payak Srimulyo Piyungan Bantul diarak menuju makam Pengklik di Madurejo Prambanan Sleman. Warga yang mengarak mengenakan busana Jawa lengkap. Hidangan itu kemudian dinikmati bersama warga di sekitar makam.
Baca Juga: Sejarah dan Nama Ruang di Kompleks Kepatihan, Bangunan Milik Keraton Yogyakarta
Tradisi Nyadran ni biasanya dilakukan pada 20 sampai dengan 25 Ruwah atau Syaban yang disesuaikan dengan dawuh Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Hingga saat ini tradisi Nyadran masih lestari dibeberapa tempat di Kabupaten Sleman. []