BacaJogja – Majelis hakim menjatuhkan vonis maksimal 10 tahun penjara kepada terdakwa perkara penganiayaan atau klitih hingga korban meninggal di Gedongkuning, Umbulharjo, Kota Yogyakarta dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Yogyakarta, Selasa, 8 November 2022.
Dalam perkara yang menyebabkan Daffa Adzin Albasith, pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta ini, ada lima terdakwa masing-masing berinisial FAS, HAA, AMH, RNS dan MMA. Kelima terdakwa dijerat pasal 170 dan pasal 353 KUHP tentang kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama yang menyebabkan orang meninggal.
Baca Juga: Di Persidangan, Saksi Kasus Klitih Gedongkuning Mengaku Tak Melihat Jelas Pelaku
Sidang dibagi dalam dua laporan. Para terdakwa menjalani sidang secara online dari Rumah Tahanan Yogyakarta.
Dalam berita acara pidana, ada yang berperan sebagai jongki, eksekutor dan mengejar korban saat turun dari motor. Adapun vonisnya sebagai berikut, RNS divonis 10 tahun sedangkan FAS, MMA, HAA, AMH masing-masing divonis 6 tahun.
Baca Juga: Pengakuan Terdakwa Kasus Klitih Gedongkuning Satu Korban Meninggal
Ketua Majelis Hakim yang dipimpin Suparman dalam sidang tersebut menjatuhkan vonis yang berbeda tergantung peran yang dilakukan saat kejadian. Eksekutor divonis 10 tahun, sedangkan jongki dan terdakwa yang mengejar korban divonis enam tahun.
Terdakwa Ajukan Banding
Menanggapi vonis itu, Kuasa hukum FAS, Taufiqqurahman menegaskan keberatan dengan vonis yang diberikan kepada kliennya. “Kami tegaskan mengajukan banding,” tegasnya usai persidangan, Selasa, 8 November 2022.
Dia menjelaskan, dalam perkara ini untuk menentukan tersangka hingga terdakwa hanya berdasarkan CCTV. Namun CCTV ini direkayasa sedemikian rupa sehingga tidak dapat melihat siapa pelaku sebenarnya. “Ini peradilan sesat, putusannya menyesatkan, karena mulai dari proses penyidikan sudah direkayasa,” ungkapnya.
Baca Juga: Ini Alasan Terdakwa Kasus Klitih Gedongkuning Tolak Tuntutan Jaksa
Taufiq, sapaan akrabnya, sebenarnya masih berharap proses peradilan dapat memberikan keadilan karena hukum tidak boleh abu-abu. “Hukum itu harus lebih cerah dari cahaya. Siapa yang melakukan harus terlihat jelas,” ungkapnya.
“Jelas bahwa putusan ini, kami tidak terima dan mengajukan banding. Untuk dua terdakwa, tadi sempat komunikasi juga akan mengajukan banding,” ungkapnya.
Sebelumnya, terdakwa FAS menegaskan dirinya tidak bersalah dalam perkara ini. Dia menyatakan dakwaan jaksa pada dirinya sama sekali tak berdasar.
Baca Juga: Kasus Klitih Gedongkuning hingga Korban Meninggal, Saksi Mengaku dalam Tekanan
FAS berkali-kali menegaskan dirinya bukan orang yang ada dalam CCTV pada kasus klitih Gedongkuning. Dalam CCTV sepeda motor yang digunakan pelaku berwarna biru, sedangkan motor miliknya berwarna hitam. Selain itu rem dan piringan cakram motor yang tampak dalam CCTV terletak di sebelah kiri, sementara rem dan piringan cakram motor FAS terletak di sebelah kanan.
Ia juga mengatakan saat kejadian klitih Gedongkuning, dirinya sedang di berada cafe kawasan Panembahan Yogyakarta. Ini dibuktikan dengan linimasa ponsel miliknya yang merekam catatan perjalanan tracking GPS sejak tanggal 1 April hingga 2 April.
Baca Juga: Menyoal CCTV Berkas Perkara Klitih Gedongkuning di Persidangan PN Yogyakarta
Bahkan dalam sidang duplik pada Selasa, 1 Oktober 2022, FAS mengaku hanya menjadi korban asal tangkap yang dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku pengeroyokan hingga menyebabkan Daffa, siswa Muhammadiyah 2 Yogyakarta tersebut meninggal.
Alasannya, kata FAS, dakwaan, tuntutan dan tanggapan Jaksa Penuntut Umum telah mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. “Membuktikan secara nyata bahwa baik keterangan teman-teman korban maupun pernyataan Jaksa Penuntut Umum bertentangan dengan fakta hukum sepeda motor berboncengan tiga yang ada pada gambar yang tampak pada rekaman CCTV,” ungkapnya. []