BacaJogja – Pada pagi Kamis yang cerah, 25 Juli 2024, suasana Komplek Balai Kota Yogyakarta dipenuhi dengan nuansa khidmat dan penuh makna. Di tengah keramaian kota yang modern, sebuah prosesi kuno kembali dihidupkan: jamasan atau pembersihan pusaka Tombak Kiai Wijaya Mukti.
Pusaka legendaris ini, yang telah berusia lebih dari satu abad, sekali lagi menjadi pusat perhatian dalam acara yang sarat akan nilai sejarah dan budaya ini.
Baca Juga: Disertasi “Sapa Aruh Sri Sultan HB X” Antarkan Octo Lampito Raih Gelar Doktor
Ritual dimulai dengan kirab megah, di mana Tombak Kiai Wijaya Mukti, yang disimpan dengan penuh kehormatan di Ruang Wali Kota Yogyakarta, diambil dan dibawa keluar oleh para abdi dalem.
Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, tampak turut serta dalam prosesi ini, mengawal pusaka bersejarah yang dibalut dalam tradisi dan keagungan.
Tombak tersebut, panjangnya mencapai 3 meter, dikelilingi oleh pasukan bergada dalam perjalanan mengelilingi komplek Balai Kota, sebelum akhirnya berhenti di Lapangan Balai Kota untuk ritual pembersihan yang dihadiri oleh Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya.
Baca Juga: Wartawan Senior Itu Meraih Gelar Doktor Gegara Ucapan Sultan
Pembersihan Tombak Kiai Wijaya Mukti bukanlah sekadar proses fisik. Proses ini dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan tidak ada korosi yang merusak.
Penutup tombak dibuka dengan hati-hati, dan setiap inci dari tombak tersebut dibersihkan menggunakan perasan air jeruk nipis, yang dianggap mampu mengembalikan kilau asli. Setelah itu, tombak dilap dengan serabut kayu, dicuci dengan air bersih, dan dikeringkan sebelum akhirnya diolesi warangan dan minyak sebagai pelapis.
Setiap langkah dalam proses ini tidak hanya menjaga kebersihan, tetapi juga melestarikan keaslian dan keindahan pusaka.
Tombak Kyai Wijaya Mukti, yang dibuat pada tahun 1921 di era Sri Sultan HB VIII dan diserahkan oleh Sri Sultan HB X kepada Pemerintah Kota Yogyakarta pada 7 Juni 2000, telah menjadi simbol penting bagi kota ini.
Baca Juga: Keajaiban Tersembunyi di Desa Wisata Krebet Bantul: Apa yang Membuatnya Masuk 50 Besar ADWI?
Sejak penyerahannya, tombak ini diletakkan di ruang kerja Wali Kota dan dirawat dengan penuh kehormatan. Jamasan ini, yang dilakukan secara rutin pada momen tertentu, merupakan bentuk penghormatan terhadap sejarah dan budaya.
Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya, menegaskan bahwa prosesi jamasan adalah bagian dari budaya yang terus dijaga dan dilestarikan. “Ini bukan hanya acara budaya, tetapi juga simbol kekuatan dan integritas. Melalui jamasan ini, kami ingin meneguhkan moral dan karakter dalam penyelenggaraan pemerintahan, serta meningkatkan layanan dan kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.
Baca Juga: Winongo Jogja River Festival #2, Upacara Adat dan Kirab Gunungan Angkat Potensi Wisata
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, menambahkan bahwa jamasan Tombak Kyai Wijaya Mukti mengandung nilai-nilai penting bagi Pemkot. “Sejalan dengan konsep Manunggaling Kawulâ-Gusti, di mana seorang pemimpin harus menjadi teladan, prosesi ini mengajarkan bagaimana seorang pemimpin dapat menjalankan pemerintahan dan merawat kota dengan lebih baik,” katanya.
Dalam hiruk-pikuk kota yang terus berkembang, prosesi jamasan ini mengingatkan kita akan kekuatan tradisi dan nilai-nilai yang mengikat masyarakat. Tombak Kyai Wijaya Mukti tidak hanya sebuah pusaka, tetapi juga simbol dari keteladanan dalam pemerintahan dan pelestarian budaya yang harus terus dijaga dan diteruskan. []