Kenaikan PPN 12% dan Dampaknya

  • Whatsapp
Iskundarti
Iskundarti Aktivis Forum Tanah Air (Istimewa)

Iskundarti
Aktivis Forum Tanah Air

Kenaikan PPN 12% akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam keterangan pers, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa kenaikan tersebut merupakan perintah UU. Akan tetapi, kenaikan pajak 12% sangat kontradiktif dengan kebijakan Presiden Prabowo untuk meningkatkan gizi anak sekolah melalui program makan siang gratis.

Read More

FGD MES 2024

Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan gizi anak sekolah sehingga diharapkan berbanding lurus dengan meningkatnya kecerdasan generasi emas masa depan. Sebab, kemajuan bangsa ini sangat bergantung pada kecerdasan rakyatnya.

Baca Juga: Daftar Event Seru Malam Tahun Baru 2025 di Gunungkidul yang Wajib Anda Kunjungi

Secara hitungan, kenaikan dari 11% menjadi 12% bukan sekadar naik 1%, tetapi dalam perhitungan yang sebenarnya, dampaknya tidak sesederhana itu.

Mengapa kontradiktif? Dengan kenaikan pajak, beban pengeluaran keluarga bertambah berat, sementara program makan siang gratis hanya mencakup makan siang. Sarapan dan makan malam tetap dilakukan di rumah. Ketika beban keluarga semakin berat, mau tidak mau harus ada anggaran yang dipangkas, dan salah satunya adalah kebutuhan makanan keluarga.

Hal ini tentu berdampak pada asupan gizi keluarga, meskipun pemerintah mengklaim bahwa kenaikan pajak hanya dikenakan pada barang-barang mewah. Namun, pemerintah tampaknya abai bahwa di era digital saat ini, internet, ponsel, sepeda motor, dan lain sebagainya sudah menjadi kebutuhan pokok.

Baca Juga: Strategi Industri Jadi Kunci, Mungkinkah Indonesia Tumbuh 8 Persen?

Sebagai contoh, bukankah saat ini anak-anak sekolah bahkan para guru dalam kegiatan belajar-mengajar tidak lepas dari kuota internet? Otomatis, mereka memerlukan ponsel pintar, laptop, tablet, dan komputer, yang oleh pemerintah masih dikategorikan sebagai barang mewah. Para pedagang, baik di kota maupun di desa, juga sudah banyak yang menggunakan sistem daring, baik dalam komunikasi maupun penjualan.

Ketika pengeluaran naik, sedangkan penghasilan tetap—bahkan berkurang karena perdagangan lesu—maka dampaknya akan sangat terasa pada pengaturan menu keluarga. Hal ini dapat mengurangi kualitas gizi bagi seluruh anggota keluarga, sehingga program makan siang gratis menjadi kurang efektif. Kenaikan gizi di sekolah, tetapi penurunan gizi di rumah.

Sudah seharusnya, Presiden beserta jajarannya memikirkan alternatif lain untuk meningkatkan pendapatan selain melalui pajak yang semakin memberatkan rakyat. Bukankah sumber daya alam (SDA) kita sangat melimpah ruah dan belum dikelola secara maksimal oleh negara? Sesuai amanat UUD 1945, bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyatnya.

Baca Juga: Angkutan Nataru 2024-2025: KAI Commuter Yogyakarta-Solo Catat 178 Ribu Penumpang dalam 6 Hari

Saya yakin, jika SDA kita dikelola dengan baik, efektif, dan efisien, hal itu akan mampu memakmurkan rakyat, bahkan tanpa menarik pajak sekalipun. Sekolah dan layanan kesehatan rakyat juga bisa digratiskan dari hasil pengelolaan SDA yang dimiliki oleh Indonesia sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi.

Bagi rakyat kecil, dampak kenaikan pajak ini, sadar atau tidak, akan sangat membebani mereka. Akibat yang bisa timbul dari kenaikan pajak ini, antara lain menekan daya beli masyarakat dan menurunkan konsumsi domestik. Hal ini sangat memengaruhi dunia usaha, menyebabkan perdagangan lesu, dan meningkatkan ketimpangan sosial. Yang miskin semakin miskin, sedangkan yang rentan berisiko jatuh ke dalam kemiskinan.

Dampak lainnya adalah mendorong inflasi, yang akan sangat dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah. Ini juga memperbesar risiko masyarakat menengah ke bawah turun status menjadi rentan atau miskin.

Baca Juga: Sertifikasi Halal: Kunci Sukses Penjualan Produk di Era Persaingan Ketat

Sebentar lagi, kita akan menghadapi bulan suci Ramadan dan Lebaran Idulfitri. Momen ini biasanya menjadi harapan bagi masyarakat, khususnya para pedagang dan pelaku usaha, untuk meningkatkan omzet perdagangan dan perputaran ekonomi. Namun, kenaikan pajak justru bisa menekan potensi tersebut.

Oleh karena itu, sebagai rakyat Indonesia dari kelas paling bawah, saya sungguh tidak setuju dengan kenaikan pajak ini. Saya meminta kepada Presiden untuk membatalkan kenaikan pajak tersebut dengan cara apa pun, jika benar-benar memikirkan rakyatnya sebagaimana yang selalu disampaikan dalam pidato-pidatonya. []

Related posts