Evaluasi 100 Hari Prabowo-Gibran: Janji, Realisasi, dan Tantangan ke Depan

  • Whatsapp
Mada Sukmajati
Dr. Mada Sukmajati dari Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM dalam diskusi (UGM)

BacaJogja – Seratus hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi sorotan publik, terutama dalam aspek hukum, ekonomi, dan politik. Sejumlah kebijakan yang diambil menuai kritik, termasuk blunder yang dilakukan beberapa menteri di tengah upaya penghematan anggaran dan melemahnya daya beli masyarakat. Kinerja pemerintahan dinilai belum efektif, dengan banyak program yang masih minim kejelasan dalam perencanaan dan implementasi.

Dosen Fakultas Hukum UGM, Dr. Hendry Noor Julian, S.H., M.Kn., menyoroti melemahnya sistem check and balance dalam pemerintahan saat ini. Mengacu pada teori Donald Black dalam The Behavior of Law, Hendry menjelaskan bahwa kedekatan politik dapat mengurangi efektivitas hukum. Dominasi koalisi di parlemen berisiko mengurangi pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.

Read More

Baca Juga: Karnaval Barongsai, Liong, dan Festival Kuliner PBTY 2025 Bikin Malioboro Pecah!

“Alih-alih menjadi mekanisme kontrol, hubungan eksekutif dan legislatif saat ini cenderung bersifat partnership,” ujar Hendry dalam Diskusi Pojok Bulaksumur bertajuk “Dari Janji ke Aksi: 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran” dikutip dari laman UGM, Jumat (7/2).

Hendry juga menyoroti wacana pengampunan bagi koruptor yang sempat dilontarkan di awal pemerintahan. Menurutnya, kebijakan ini bertentangan dengan prinsip hukum yang mengharuskan vonis berkekuatan hukum tetap sebelum seseorang dinyatakan sebagai koruptor. “Dengan kondisi pranata hukum saat ini, saya bahkan kurang yakin di atas 20 persen kebijakan ini bisa berhasil,” tegasnya.

Janji Kampanye vs Realisasi Kebijakan

Dalam bidang politik dan pemerintahan, Dr. Mada Sukmajati dari Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM menilai bahwa janji-janji dalam Asta Cita—delapan program prioritas Prabowo-Gibran—masih belum terealisasi secara konkret. Beberapa program unggulan seperti makan siang bergizi gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, dan pembangunan sekolah unggul belum menunjukkan kejelasan dalam perencanaan dan eksekusi.

Baca Juga: Jembatan Srandakan Lama Akhirnya Ambruk di Malam Jumat Kliwon

“Dalam 100 hari pertama, seharusnya desain kebijakan sudah jelas. Namun, implementasi masih parsial dan bahkan dalam beberapa aspek belum ada mekanisme yang konkret,” ungkap Mada.

Meski begitu, Mada mempertanyakan tingkat kepuasan publik yang tinggi terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. “Approval rating 80 persen ini menjadi tanda tanya besar. Apakah masyarakat masih optimis terhadap pemerintah, ataukah survei dilakukan dalam konteks tertentu yang mendukung hasil tersebut?” ujarnya.

Kebijakan Ekonomi: Antara Optimisme dan Tantangan

Dr. Yudistira Hendra Permana, ekonom UGM, turut mengkritisi kebijakan penghapusan utang UMKM, petani, dan nelayan. Menurutnya, langkah ini lebih bersifat solusi jangka pendek ketimbang strategi ekonomi berkelanjutan. “Apakah ini upaya merangsang pertumbuhan ekonomi, atau justru tanda bahwa pemerintah mulai kehabisan opsi?” tanyanya.

Baca Juga: Menteri ATR Nusron Wahid Tindak Tegas Manipulasi Data Tanah di Pagar Laut Bekasi

Selain itu, Yudistira menyoroti kebijakan pemangkasan anggaran sebagai dampak defisit fiskal yang membesar. Target pertumbuhan ekonomi 8% dalam lima tahun ke depan dinilai terlalu ambisius mengingat perlambatan ekonomi global dan tekanan deflasi yang terjadi di Indonesia. “Capaian 8% tanpa strategi konkret dan kebijakan ekonomi yang lebih terstruktur sangat tidak realistis,” tambahnya.

Konstelasi Politik dan Dominasi Oligarki

Dalam aspek politik, Mada Sukmajati menilai bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran masih mencari keseimbangan antara kekuasaan dan kepentingan oligarki. Rekonfigurasi hubungan antara penguasa dan pengusaha tengah berlangsung, dengan jejaring ekonomi-politik lama dan baru saling bernegosiasi dalam menentukan dominasi kebijakan pemerintahan.

Mada juga mengkritisi ketergantungan pemerintahan pada jejaring militer dalam mendukung program prioritas seperti makan siang gratis. “Secara logis, ini bisa dipahami karena jejaring politik dan birokrasi yang terbatas. Namun, langkah ini juga berpotensi menimbulkan tantangan dalam aspek hukum dan demokrasi,” imbuhnya.

Harapan dan Tantangan ke Depan

Tradisi evaluasi 100 hari pemerintahan menjadi momen penting untuk menilai arah kebijakan pemerintah. Meskipun bukan penentu akhir keberhasilan pemerintahan, periode ini sering kali mencerminkan komitmen pemimpin dalam merealisasikan janji kampanye. Oleh karena itu, masyarakat dan media diharapkan terus mengawal program-program utama agar benar-benar memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan rakyat.

Related posts