Menelusuri Jejak Leluhur: Tradisi Ziarah Sambut Hari Jadi ke-270 Daerah Istimewa Yogyakarta

  • Whatsapp
makam raja kotagede
Makam Raja Mataram di Kotagede Yogyakarta. (Pemda DIY)

BacaJogja – Langit Yogyakarta tampak berselimut mendung tipis saat rombongan pejabat Pemda DIY melangkahkan kaki menuju makam para leluhur pendiri Mataram. Tiga lokasi sakral, Astana Kuthagede Bantul, Astana Pajimatan Imogiri, dan Astana Girigondo, menjadi saksi perjalanan waktu dalam ritual ziarah yang telah menjadi tradisi menyambut Hari Jadi ke-270 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kilau bunga tabur berpadu dengan aroma dupa yang menguar, menambah nuansa khidmat di tengah prosesi. Staf Ahli Gubernur, Asisten Setda, para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serta juru kunci masing-masing astana berdiri dengan takzim. Dalam sunyi, doa-doa melangit, menyambung harapan akan berkah bagi tanah Mataram yang sarat sejarah ini.

Read More

Baca Juga: Jangan Lewatkan Keseruan Sarkem Fest 2025: Tradisi dan Kuliner di Jantung Yogyakarta!

Napak Tilas Perjuangan Pangeran Mangkubumi

Di antara jejak langkah yang tertinggal di halaman astana, Paniradya Pati Kaistimewan DIY, Aris Eko Nugroho, membacakan sambutan Sekda DIY. Ia menuturkan kisah perjuangan Pangeran Mangkubumi—sosok yang kemudian dikenal sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono I—dalam menghadapi tekanan VOC Belanda.

Sembilan tahun perlawanan bersenjata berujung pada Perjanjian Giyanti, yang membuka jalan bagi lahirnya Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat. Lebih dari sekadar peristiwa diplomasi, momen itu menjadi simbol kedaulatan dan keistimewaan Yogyakarta, yang bertahan hingga kini.

Baca Juga: PSIM Yogyakarta Promosi ke Liga 1! Kemenangan Dramatis di Mandala Krida

Perjalanan Yogyakarta tak berhenti di situ. Sejarah mencatat peran besar Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dengan lantang, keduanya menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia, menjadikan DIY sebagai bagian tak terpisahkan dari Nusantara.

“Keduanya mempertahankan eksistensi republik dalam semangat ‘loro-lorone atunggal’. Semangat ini harus terus kita rawat dan wariskan kepada generasi mendatang,” ujar Aris penuh harap.

Baca Juga: Alarm Bencana Terancam! Pencurian Peralatan BMKG di Sulawesi Selatan Bisa Bahayakan Ribuan Nyawa

Di penghujung prosesi, tangan-tangan yang penuh doa menaburkan bunga di atas pusara para leluhur. Aroma melati berpadu dengan semilir angin yang membawa pesan masa lalu ke masa kini.

Aris pun mengajak seluruh masyarakat untuk mendoakan mereka yang telah berjasa membangun DIY. “Kita berpijak dari sejarah ini untuk menata masa depan yang lebih gemilang. Mari bersama-sama menjaga warisan keistimewaan Yogyakarta,” tutupnya dengan nada syukur.

Langkah-langkah para peserta ziarah perlahan meninggalkan komplek makam, membawa serta kenangan dan semangat perjuangan para leluhur yang akan terus mengalir dalam nadi Yogyakarta. []

Related posts