Yogyakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mengembangkan aplikasi BeLa (Belanja Langsung) untuk meminimalisir praktek korupsi. Aplikasi ini diluncurkan karena selama ini sebanyak 70 persen kasus korupsi yang terjadi di Indonesia berasal dari sektor Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJP).
Ketua KPK RI, Firli Bahuri mengatakan, harapannya aplikasi BeLa ini mempermudah kepala daerah dan masyarakat memantau PBJP di provinsi masing-masing. Melalui BeLa, kepala daerah diharapkan dapat mengawal pergerakan pengadaan barang dan jasa secara tepat dan efisien.
“Begitu besar anggaran belanja kita, tercatat sebanyak Rp425 triliun digunakan untuk belanja barang dan jasa,” ujarnya dalam sosialiasi yang digelar dalam acara Rakor Perluasan Pemanfaatan Bela secara daring, Jumat, 7 Mei 2021.
Baca Juga:
Acara virtual yang digelar di Ruang Rapat Gedhong Pare Anom, Kepatihan, Yogyakarta ini dihadiri Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X dengan didampingi Kepala Bappeda DIY Beny Suharsono dan Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY Srie Nurkyatsiwi. Hadir pula para Kepala Daerah seluruh Indonesia yang mengikuti video konferensi dari provinsi masing-masing.
“Jumlahnya mencapai lebih dari 70 persen dengan modus yang paling sering dilakukan adalah suap”
Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Roni Dwi Susanto menambahkan, berdasarkan data sering terjadi korupsi pada pengadaan barang/jasa. “Jumlahnya mencapai lebih dari 70 persen dengan modus yang paling sering dilakukan adalah suap,” ungkapnya.
Roni mengatakan, pengadaan barang dan jasa pemerintah secara daring, menjadi sebuah upaya untuk meminimalisir praktek korupsi. Keuntungannya, proses pengadaan lebih transparan, terbuka, efektif, dan terkendali. Pengadaan menjadi mudah, cepat, tercatat secara elektronik, mudah dilakukan audit dan juga pengawasan.
Baca Juga:
Dia mengungkapkan selama ini, pemerintah daerah belum optimal menggunakan belanja online untuk belanja barang dan jasa langsung. Tercatat transaksi melalui aplikasi BeLa sampai dengan 6 Mei 2021 adalah sebesar Rp509.722.867 dengan total transaksi sebanyak 790 transaksi. Jumlah ini dapat terus ditingkatkan dengan memperbanyak belanja online untuk belanja langsung.
Menurut dia untuk menuju ke sana, ada beberapa hambatan yang dihadapi. “Aparatur pemerintah masih banyak yang belum lihai melakukan pengadaan elektronik. Termasuk masih sering terjadi korupsi yang disebabkan karena sistem,” kata Roni. []