Monumen Jogja Kembali, Bukti Patriotik Rakyat Yogyakarta untuk Indonesia

  • Whatsapp
Monumen Jogja Kembali
Monumen Jogja Kembali di Sleman, Yogyakarta. (Foto: BacaJogja)

Sleman – Yogyakarta, salah satu tempat bersejarah di Indonesia, termasuk dalam upaya mempertahankan negeri ini tetap kokoh hingga saat ini. Momentum mempertahankan kemerdekaaan Republik Indonesia ini tercatat dalam Museum Jogja Kembali. Rangkaian sejarah yang memperlihatkan warga Yogyakarta berperang mempertahankan kemerdekaan melawan sekutu.

Monumen Jogja Kembali yang berada di Dusun Jongkang, Kalurahan Sariharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini memberikan gambaran bagaimana warga Yogyakarta dengan patriotik mempertahankan kedaulatan Tanah Air.

Read More

Umroh akhir tahun

Baca Juga: Di Balik Sekelompok Bocah Merusak Bendera Merah Putih di Gunungkidul

Manager Operasional Museum Jogja Kembali Nanang Dwi Narto mengatakan, keberadaan museum ini salah satu saksi kemerdekaan dan dijadikan peristiwa sesudah Indonesia merdeka. Museum ini didirikan dan diprakarsai oleh Kolonel Sugiarto yang saat ini beliau menjabat sebagai Wali Kota Yogyakarta.

“Alasan beliau mendirikan Museum Jogja Kembali karena peristiwa saat itu yang sangat penting, bukan hanya untuk Yogyakarta tapi di Indonesia,” ungkapnya, Selasa, 17 Agustus 2021.

Nanang mengatakan, saat itu Indonesia sudah merdeka tapi Belanda tidak mengakui kemerdekaannya. Ibu kota berpindah ke Yogyakarta setelah Jakarta terjadi kegaduhan. “Ibu kota Jakarta ingin direbut Belanda lagi, lalu direbut lagi oleh Indonesia dengan Serangan Umum 1 Maret 1949,” katanya.

Baca Juga: Isi Surat Edaran Peniadaan Malam Tirakatan dan Lomba di Bantul

Dia mengatakan, penamaan Monumen Jogja Kembali merupakan perlambang berfungsinya kembali Pemerintahan Republik Indonesia dan sebagai tetenger sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari Ibu kota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Monumen berbentuk kerucut ini untuk mengetahui masyarakat generasi muda apa sesungguhnya dengan peristiwa Yogyakarta kembali itu.

Monumen Jogja Kembali dibangun pada 29 Juni 1985. Peletakkan batu pertama monumen setinggi 31,8 meter dilakukan oleh Sri Sultan HB IX setelah melakukan upacara tradisional penanaman kepala kerbau.

koleksi monjali
Salah satu koleksi di Museum Jogja Kembali. (Foto: BacaJogja)

Empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 6 Juli 1989, bangunan ini selesai dibangun. Pembukaannya diresmikan oleh Presiden Suharto dengan penandatanganan prasasti. Monumen ini juga menjadi perlambang kesuburan, juga mempunyai makna melestarikan budaya nenek moyang pra sejarah.

Peletakan bangunan pun mengikuti budaya Yogyakarta, terletak pada sumbu imajiner yang menghubungkan Merapi, Tugu, Keraton Yogyakarta, Panggung Krapyak dan Parangtritis.

Baca Juga: KAI Hadirkan Livery Khusus dalam Menyemarakkan HUT Ke-76 Kemerdekaan RI

Museum ini memiliki luas sekitar 4.908 kurang lebih 5 hektar. Terdiri dari tiga lantai. Di lantai dasar terdiri dari empat museum, ada ruang serbaguna ada perpustakaan, kemudian ada musala. Di lantai 2 ada 10 durama dan 40 relief. Lantai tiga yang bernama ruang Garuda Graha, yakni ruang untuk mendoakan pejuang Indonesia yang dulu telah gugur dalam mempertahankan Republik Indonesia.

Di museum ini ada banyak koleksi yang digunakan pahlawan Indonesia merebut kemerdekaan. Salah satu koleksi yang melekat dengan heroisme saat itu adalah bambu runcing. Senjata bambu runcing pertama kali diperkenalkan oleh seorang ulama bernama Kiai Subkhi asal Temanggung, Jawa Tengah.

Baca Juga: Doa Bersama Abdi Dalem Keraton Yogyakarta Saat Pergantian Tahun Jawa

Nanang mengatakan, pejuang Indonesia yang tidak memanggul senjata dalam melawan musuh yaitu dengan alat seadanya berupa bambu runcing. “Musuh sangat takut karena kekuatannya sangat hebat. Bambu runcing kalau tertusuk sakitnya tidak seperti senapan. Senapan bisa gugur langsung tapi bambu runcing akan membunuh secara perlahan,” ucap Nanang.

Penggunaan bambu runcing sebagai senjata sendiri bermula dari ketiadaan dan kekurangan peralatan perang yang tersedia, sementara perjuangan masih harus terus dilanjutkan. Keistimewaan bambu runcing lainnya adalah dapat menumbuhkan kepercayaan. “Sebelum digunakan untuk senjata perang, bambu runcing terlebih dahulu didoakan oleh Kiai Subkhi,” katanya.

Nanang berharap generasi muda jaman sekarang tidak melupakan sejarah kemerdekaan Indonesia. Sejarah sangat penting di mana ada teori yang mengatakan bahwa salah satu yang menghancurkan negara adalah dengan cara menghapuskan sejarah. “Jadi kita harus mempertahankan sejarah itu untuk menjaga persatuan dan kesatuan,” ujarnya. []

Related posts