Bantul – Sebuah wajan raksasa ditemukan di lokasi proyek lapangan di Dusun Kretek Lor, Kalurahan Jambidan, Kapanewon Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Wajan yang terbuat dari baja ini berdiameter 2 meter. Terangkat saat alat berat melakukan penggalian sedalam 4 meter.
Lurah Jambidan, Zubaidi mengaku belum melakukan koordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta (BPCB DIY) pasca penemuan. Sampai saat ini benda mirip printanti penggorengan ini masih berada di lokasi penemuan. “Detail ukuran tidak tahu, tapi sekitar 2 meter ukurannya. Saat ini wajannya masih di lokasi,” katanya, Rabu, 1 September 2021.
Baca Juga: Penemuan Batuan Kuno di Kompleks Makam Ledhek Simplek Kokap Kulon Progo
Dia mengungkapkan, warga setempat berharap wajan idak dipindahkan dan tetap berada di lokasi penemuannya. Alasannya warga berharap wajan tersebut menjadi ikon lapangan yang akan dibangun, disamping sebagai bukti sejarah. “Dari informasi para sesepuh wajan itu peninggalan saat zaman penjajahan,” terangnya.
Warga kelahiran Jambidan, Sukardi mengatakan, lokasi penemuan wajan tersebut dulunya merupakan lahan yang digarap kakeknya. Tanah kas desa itu kemudian dilanjutkan penggarapannya oleh ayahnya. Sebelum dilakukan proyek pembuatan lapangan, dirnya yang melanjutkan mengolah lahan tersebut.
Baca Juga: Monumen Jogja Kembali, Bukti Patriotik Rakyat Yogyakarta untuk Indonesia
Pria paruh baya ini menceritakan, pada zaman kakeknya masih menggarap lahan ini, ada sebuah penampungan air besar. Penampungan itu digunakan untuk mengaliri lahan tebu sekitar lokasi penemuan. Wajan raksasa tersebut fungsinya sebagai penampungan air pada zaman Belanda.
Sukardi mengatakan, wajan sengaja ditimbun karena tampungan air tersebut cukup dalam dan membahayakan. “Itu pada zaman Belanda, makanya daerah sini dulu disebut daerah Kompan,” ujar pria yang kini berdomisili di Tamanan, Banguntapan.
Dia masih sempat melihat ada bangunan tidak jauh dari tampungan air itu yang difungsikan sebagai tempat pompa. Pada masa itu ada sungai kecil yang membuat air di wilayah itu melimpah. Air kemudian dipompa dimasukkan dalam penampungan sebelum dialirkan ke lahan pertanian. “Dulu sering juga dipakai mandi warga, karena air melimpah,” sebutnya.
Baca Juga: Momentum Mewujudkan Kembali Yogyakarta sebagai Kota Sepeda
Seiring berjalannya waktu, pompa air kemudian tidak berfungsi. Namun wajan masih berisi air dan dimanfaatkan warga, kadang juga untuk mandi anak-anak. Karena wajan cukup dalam dan membayakan akhirnya sengaja ditimbun. “Karena membahayakan jadi sengaja ditimbun sampai tidak terlihat dipermukaan tanah,” kata Sukardi.
Pria kelahiran 1964 ini mengatakan, pada tahun 1970an masih sempat memanfaatkan tampungan air itu untuk mandi. Meskipun pompa sudah tidak berfungsi, pemerintah desa setempat pernah mengalirkan air ke dalam tampungan yang berasal dari Kali Opak di sisi timur lokasi. Hanya saja hal ini tidak berlangsung lama hingga tampungan itu tidak bisa berfungsi lagi.
Baca Juga: GKR Indonesia Gelar Vaksinasi Bertajuk Bhinneka Tunggal Ika di Keraton Yogyakarta
Dia berharap benda peninggalan masa penjajahan itu tidak dipindah. Harapannya wajan tersebut tetap berada di lokasi penemuannya. “Akan lebih bagus jika pemerintah bersedia menjadikan wajan raksasa itu sebagai ikon dengan dibangunkan monumen atau semacamnya. Tujuannya agar warga tetap bisa mengetahui sejarah lokasi tersebut,” pintanya.
Seorang pekerja proyek, Mulyadi mengaku sempat diberitahu warga di lokasi pembangunan lapangan terdapat benda peninggalan Belanda. “Ada warga yang memberitahu sebelumnya, katanya ada benda peninggalan yang terkubur. Tapi lokasi persisnya di mana belum tahu,” ungkapnya di lokasi penemuan.
Baca Juga: Menengok Jamasan Pusaka Alip 1955 Keraton Yogyakarta saat Pagebluk
Akhirnya pengerukan lahan yang berada tidak jauh dari tempat pembuatan batu bata itu pun mulai dilakukan. Mulyadi mengaku berhati-hati mengoperasikan alat beratnya. Hingga akhirnya menemukan tembok seperti pondasi rumah berbentuk persegi. “Jadi ada tembok, ukurannya sekitar dua meter persegi. Temboknya tebal seperti tembok jaman dulu. Wajannya ada di tengah tembok itu,” sebutnya.
Tembok pondasi ini dikatakannya berada di kedalaman 3 meter dan didapati wajan raksasa di tengah dengan posisi menghadap ke atas. Beberapa kali dia mencoba menaikkan wajan itu namun ternyata cukup berat. Baru sekitar pukul 4 sore wajan raksasa berhasil diangkat. “Itu baja dan tebal. Kalau bukan baja mungkin sudah rusak kena alat berat,” ungkapnya. []