Bantul – Institue Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta kembali menggelar Festival Ahli Gambar pada gelaran ke-2. Pameran seni kali ini tema yang diambil juga cukup unik yaitu, “Sungging”.
Sungging dalam Bahasa Jawa Kuno berarti merujuk pada lukisan yang bagus atau juga merujuk pada profesi seseorang yang ahli dalam menggambar atau melukis (seniman merujuk pada seni visual). Kata sungging sendiri dalam perkembangannya digunakan untuk merujuk pada sebuah teknik dalam melukis, khususnya dalam seni rupa tradisi.
Baca Juga: Omah Guyub Yogyakarta Gelar Pameran Seni Sumpah Pemuda
Festival Ahli Gambar Para Sungging # 2 ini digelar di gedung Galeri R.J Katamso, ISI Yogyakarta yang berada di Jl. Parangtritis, Panggungharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Pameran digelar sejak 25 November sampai 5 Desember 2021.
Saat memasuki Gedung langsung disuguhi pemandangan beberapa wayang yang dibuat dengan rotan yang dipajang berjejer tepat lurus di pintu utama. Ditancapkan di kedebogan atau pelepah pohon pisang, secara berjejer dari yang paling tinggi dari samping sampai ke wayang
yang pendek berada di tengah.
Jika berjalan ke arah kanan, pengunjung dapat melihat beberapa wayang kulit yang dipajang di dinding, serta beberapa wayang golek yang dipajang di area tengah dan juga banyak lukisan indah yang dipajang di dinding.
Baca Juga: Mengintip Pameran Tujuh Seniman dari Empat Negara di Museum dan Tanah Liat Yogyakarta
Lukisan indah tersebut antara lain Srikandi karya Bernard Wora-Wari, yang dibuat di atas kertas acrylic on paper, dengan ukuran lukisan 75 x 50 cm pada tahun 2020. Lukisan tersebut menampilkan sosok Srikandi yang memakai pakaian adat layaknya perempuan Jawa Keraton sambil memegang alat panahan, dan juga disampingnya terdapat naga raksasa yang nampak seram.
Ada juga lukisan wayang yang dibingkai indah dan dipajang di dinding, yaitu karya Suranto Ipong dengan judul lukisan Bima Suci. Lukisan tersebut dibuat di Acrylic on canvas dengan ukuran 115,5 x 78, 5 cm pada tahun 2011. Lukisan ini menggambarkan sosok wayang Bima yang sedang menghadap atasan, dan di sekelilingnya terdapat hiasan awan serta rumput dan naga hijau.
Selain lukisan, di pameran juga menampilkan beberapa wayang yang dibuat dengan tehnik tatah. Salah satunya yaitu ada “Bagong” karya Barno, yang dibuat dengan tehnik tatah sungging, dengan ukuran 38 centimeter dan dibuat pada tahun 2019. Karya tersebut dibingkai serta dilapisi kaca dan di pajang di dinding.
Baca Juga: Pameran Yogyakarta Komik Weeks 2021, Wujud Kreasi Adaptasi
Karya Barno tidak hanya Bagong saja, namun ada juga “Gunungan Pagelaran Keraton Yogyakarta”, yang dibuat dengan tehnik sungging serta memiliki ukuran 3 centimeter dan dibuat pada 2009.
Di bagian Gedung tengah, berjejer wayang kulit yang dipajang di dinding tengah ada kurang lebih 22 wayang serta tiga gunungan di tengahnya. Serta ada beberapa sesajen yang sengaja diletakkan di meja tepat bagian depan persis wayang dipajang tadi. Di depan sesajen tadi juga dipajang wayang Jataka karya Bambang BEP, namun dalam keadaan membelakangi sesajen dan menghadap ke ruang sebelah.
Di Gedung pameran juga menampilkan beberapa keris yang dipasang di dinding, ada juga wayang Crystal Punokawan 4 dan 5 yang dibuat dari botol air mneral pada tahun 2020 oleh Sardi Beib. Uniknya lagi di sana juga ada Wayang Purba (Wayang Kulk 3D), yang dibuat oleh Nanang Rakhmad Hidayat. Bentuknya pun mirip seperti manusia purba jaman dahulu, menmapilkan beberapa orang yang dipajang melingkar serta di tengah terdapat sosok semacam kera putih dan di atasnya terdapat burung yang sedang terbang.
Baca Juga: Suasana Sekaten di Malioboro Mall Yogyakarta
Sebenarnya masih banyak karya-karya unik, indah dan patut diacungi jempol si pembuatnya. Benar-benar kreatif dan mengangkat budaya dahulu yang pernah ada. Pameran ini memang diharapkan agar para pengunjung bisa melihat dan mengenal seni dan budaya dulu, yang saat ini sudah jarang sekali diperlihatkan dan digunakan.
“Pameran ini bagus, kaya-karyanya pun patut di acungi jempol lahh. Cocok bagi anak-anak muda apalagi para mahasiswa, bisa menambah wawasan dan memunculkan jiwa seni, terutama mengangkat dan mengembangkan wayang agar terus tetap dimainkan jangan sampai hilang,” ucap Rifa salah satu pengunjung Pameran yang digelar di Gedung Galeri R.J Katamsi, ISI Yogyakarta.
Baca Juga: 2014: Prespektif, Wujud Masa Bakti Keluarga Murni 2014 ISI Yogyakarta
Pameran kali ini merupakan wujud kerja sama awal antara Galeri R.J Katamsi, dengan komunitas pegiat wayang beserta dengan Para-Sungging Institut dalam rangka pemajuan wayang sebagai khazanah seni visual di Indonesia. Agar hal ini bisa berjalan tentu perlu terus didengungkan dan fasilitasi dengan memberikan ruang presentasi, apresiasi serta diskusi bagi pengembangan seni visual wayang sebagai bagian dari sebuah ekosistem wayang. Dengan begitu, pameran kali ini merupakan langkah awal untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya yang berupa riset, workshop dan pameran.
Pembukaan pameran pada 25 November 2021 dibuka Wakil Bupati Bantul Joko. B. Purnomo, serta mengundang beberapa tamu khusus. Dalam pembukaan pameran, acara tersebut dimeriahkan dengan pertunjukan wayang beserta musik Calung oleh Kelompok Pacul Mas. Pertunjukan wayang pun dilakukan oleh tiga dalang legendaris. Ada wayang Thingklung oleh Ki Kenci Wisnu Aji dan juga ada wayang Jemblung oleh Chune Yulianto Suryakim dan Kusno.
Pameran Ahli Gambar Para-Sungging sendiri, menampilkan berbagai jenis wayang, topeng, lukisan dan gambar dengan teknik dan karakter masing-masing dalam mengeksplorasi bentuk wayang. Pameran kali ini diikuti oleh Para-Sungging dari berbagai daerah, yaitu Bantul, Gunungkidul, Muntilan, Magelang, Sleman, dan juga Surakarta. []
Syarifatun, Mahasiswi Program Studi Public Relations ASMI Santa Maria Yogyakarta