BacaJogja – Sabtu, 30 Juli 2022 bertepatan dengan pergantian tahun dalam penanggalan kalender Jawa atau 1 Sura. Dalam tradisi Keraton Yogyakarta sebagai pewaris Mataram Islam, bisanya menggelar perayaan Tahun Baru Jawa 1 Sura Ehe 1956 atau Tahun Baru Islam 1 Muharam 1444 H ini dengan menggelar hajat dalem seperti Lampah Budaya Tapa Bisu Mubeng Beteng.
Namun, karena beberapa pertimbangan, pada Jumat 29 Juli 2022 malam, Hajad Kawula Dalem Lampah Budaya Tapa Bisu Mubeng Beteng belum dapat dilaksanakan pada kesempatan ini.
Keraton Yogyakarta dalam rangka memperingati Tahun Baru Jawa 1 Sura Ehe 1956 ini akan melaksanakan doa bersama dan macapatan di selasar Kagungan Dalem Bangsal Pancaniti, Kompleks Pelataran Kamandungan Lor (Keben), Keraton Yogyakarta pada Jumat, 29 Juli 2022 malam.
Agenda ini diikuti oleh undangan secara terbatas sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku. “Adapun untuk Hajad Kawula Dalem Lampah Budaya Tapa Bisu Mubeng Beteng belum dapat dilaksanakan pada kesempatan ini,” demikian keterangan tertulis yang dikutip dari laman resmi Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dan akun Fanspage @Kratonjogja.
Baca Juga: Video Penampakan Alun-alun Utara Yogyakarta Setelah Berpasir Halus
Selain itu, diinformasikan juga pada 1-3 Agustus 2022, Pagelaran serta Kedhaton tutup untuk wisata karena adanya upacara Siraman Pusaka. Namun agenda ini tertutup untuk publik. “Semoga kesehatan dan keberkahan senantiasa mengiringi kita semua di tahun yang akan datang. Salam rahayu!,” tulisnya.
Awal Mula Tradisi Tapa Bisu Mubeng Beteng
Hajad Kawula Dalem Lampah Budaya Tapa Bisu Mubeng Beteng merupakan tradisi yang dilakukan setiap malam 1 Suro atau pergantian malam tahun baru Islam dalam kalender Hijriah di Keraton Yogyakarta. Tradisi tapa bisu mubeng beteng dilaksanakan abdi dalem.
Baca Juga: Sejarah dan Asal Usul Yogyakarta Hadiningrat
Tradisi Tapa bisu ini dilakukan berjalan kaki mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta pada tengah malam hingga dini hari tanpa berbicara dengan siapa pun. Selain itu selama berjalaan berkeliling ini tidak menggunakan alas kaki.
Tapa Bisu Mubeng Beteng dimulai saat lonceng Kyai Brajanala di regol Keben dibunyikan sebanyak 12 kali. Setelah itu, diperdengarkan tembang macapat dari Bangsal Srimanganti. Kemudian Abdi Dalem dan warga berjalan kaki sejauh kurang lebih lima kilometer mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta.
Baca Juga: Sejarah Alun-alun Utara Yogyakarta dan Makna 64 Pohon Beringin
Tradisi ini pada awalnya dilakukan oleh para prajurit Keraton untuk mengamankan kawasan Keraton Yogyakarta. Hal ini dilakukan karena pada saat itu belum ada benteng yang mengitari kawasan ini.
Seiring berjalannya waktu, tradisi ini masih berlangsung. Abdi dalem dan warga berpartisipasi berjalan mengelilingi benteng Keraton sambil memanjatkan doa untuk kedamaian dan keselamatan.
Biasanya tradisi mubeng beteng dilaksanakan dari sisi kiri atau barat keraton. Ada nilai filosofi tersendiri dalam tradisi ini. Berjalan dari kiri atau kiwo dipilih dengan harapan tradisi ini ngiwake (mengkirikan) atau membuang hal-hal buruk. Namun ada kalanya tradisi ini dimulai dari arah Timur Keraton Yogyakarta atau tak searah jarum jam. []