BacaJogja – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan Pandangan Iklim tahun 2023 (Climate Outlook 2023) bahwa sepanjang tahun 2023, gangguan iklim dari Samudra Pasifik yaitu ENSO diprakirakan akan berada pada fase netral. Tahun 2022 kemungkinan tidak terjadi La Nina yang merupakan pemicu anomali iklim basah maupun El Nino yang merupakan pemicu anomali iklim kering.
Demikian juga dengan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang merupakan gangguan iklim dari Samudra Hindia, diprediksi akan berada pada fase netral pada tahun 2023.
Baca Juga: Yogyakarta Sudah Musim Hujan, BMKG Keluarkan Imbauan Antisipasi La Nina
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, berdasarkan hasil monitoring dan prediksi BMKG, kondisi suhu muka laut di wilayah Indonesia pada September hingga November 2022 dalam kondisi hangat, kemudian diprediksi akan menurun menuju kondisi normal mulai Desember 2022 hingga Mei 2023.
“Namun, karena kompleks dan labil atau dinamisnya kondisi atmosfer dan interaksinya dengn samudera atau lautan di wilayah kepulauan Indonesia, maka tetap mewanti-wanti semua pihak untuk bersiap menghadapi terjangan bencana hidrometeorologi,” katanya dalam siaran pers, Senin, 17 Oktober 2022.
Baca Juga: Banyak Rumah dan Sekolah di Kulon Progo Terendam Banjir
Waspada potensi terjangan bencana hidrometeorologi ini akibat tingginya curah hujan tahunan 2023 yang diprakirakan melebihi rata-ratanya atau melebihi batas normalnya di sebagian wilayah Indonesia. “Bahkan juga tetap perlu waspada dan siaga terhadap peningkatan potensi kekeringan dan karhutla di beberapa wilayah rawan,” katanya.
Seluruh Pihak Harus Melakukan Mitigasi dan Antisipatif
Mantan Rektor UGM Yogyakarta ini mengatakan, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan seluruh pihak terkait harus segera melakukan mitigasi dan langkah antisipatif terhadap potensi jumlah curah hujan tahunan 2023.
“Tahun 2023 diprediksi berpotensi melebihi rata-ratanya, yang dapat memicu bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor. Semua perlu dalam kondisi siaga dan waspada,” jelasnya.
Baca Juga: Update Data Kerusakan Longsor, Banjir dan Angin di Kulon Progo dan Sleman
“Bahkan, kewaspadaan dan kesiapsiagaan perlu pula ditingkatkan terhadap peningkatan potensi kekeringan dan karhutla di sebagian wilayah Indonesia”, imbuhnya.
Dwikorita mengatakan, pemerintah pusat maupun daerah juga harus tetap terus meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air pada wilayah urban atau yang rentan terhadap banjir, seperti penyiapan kapasitas yang memadai pada sistem drainase, sistem peresapan dan tampungan air, agar secara optimal dapat mencegah terjadinya banjir.
Baca Juga: Data Kerusakan Tanah Longsor, Hujan Deras dan Banjir di Yogyakarta
Selain itu juga perlu dipastikan keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya untuk pengelolaan curah hujan tinggi saat musim hujan dan penggunaannya di saat musim kemarau.
Di menjelaskan, awal musim penghujan sendiri sudah dimulai sejak bulan September 2022. Sedangkan puncak musim penghujan diprediksi terjadi di Desember 2022 dan Januari 2023. “Namun beberapa daerah sudah mengalami banjir seperti Bali, Aceh, dan pesisir selatan Pulau Jawa,” katanya. []