BacaJogja – Peredaran uang palsu (upal), salah satu kejahatan yang biasa masif terjadi di momen Lebaran. Kenali beragam modus peredaran upal di perayaan Idul Fitri agar Anda tidak menjadi korban.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio tidak menampik potensi tindak pidana peredaran uang palsu di momen Lebaran. Meski sampai saat ini belum ditemukan kasus tersebut, namun persoalan itu tetap menjadi perhatian jajarannya. Ia meminta agar masyarakat tidak lengah.
“Sampai saat ini kami belum menemukan kasus peredaran uang palsu, namun tetap ini menjadi perhatian kami,” katanya, Selasa, 18 April 2023.
Baca juga: Ditreskrimsus Polda Jateng Tangani Pidana Ketenagakerjaan, Satu Kasus Naik Penyidikan
Dwi Subagio menjelaskan di masa perayaan Idul Fitri sudah jamak terjadi peningkatan mobilitas warga. Mereka yang pulang kampung tentu akan membawa uang saku yang tidak sedikit. Mereka akan membelanjakan uangnya untuk berbagai kebutuhan. Imbasnya perputaran uang meningkat drastis jika dibanding hari biasa.
Kondisi tersebut biasanya akan dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk mencari keuntungan secara melawan hukum. Momentum keriuhan dan keramaian di pusat perbelanjaan hingga pasar-pasar tradisional menjadi sasaran mereka.
“Memang menjadi perhatian bagi kami. Dalam rangka hari raya, banyak sekali mobilitas manusia, tentu saja berbanding lurus dengan perputaran uangnya. Khusus bagi kami, jajaran Krimsus, menjadi perhatian kami khususnya di perputaran uang, apabila ditemukan indikasi peredaran uang palsu,” katanya.
Berdasar pengalaman pengungkapan kasus sebelumnya, ada beragam modus dan situasi yang kerap dimanfaatkan oleh pengedar upal. Subagio lantas menyebut sejumlah ciri khusus yang biasa dimanfaatkan oleh pelaku.
Di antaranya dengan memanfaatkan situasi ramai atau banyak orang ketika akan melakukan transaksi. Mereka biasanya menyaru sebagai pembeli dan berharap ada kelengahan pedagang saat melayani pembeli.
“Pengedar upal biasanya memanfaatkan tempat perdagangan yang banyak orangnya, jauh dari pantauan petugas. Di saat lagi ramai itu lah biasanya pengedar akan memanfaatkan situasi ramai membayar dengan uang palsu,” sebut dia.
Kondisi lain yang biasa dimanfaatkan adalah minimnya penerangan. Situasi gelap di lingkungan pedagang sangat menguntungkan pengedar mengingat pedagang mikro dan kecil akan kesulitan mendeteksi keaslian uang yang diterima.
Temuan lain adalah dengan menyelipkan upal di antara uang asli lainnya. Hal tersebut lazim terjadi ditengah terpecahnya konsentrasi pedagang melayani banyaknya pembeli.
Baca lainnya: Relawan Anies Baswedan Beberkan Fakta Jawa Tengah Bukan Kandang Banteng
“Dari beberapa kali kami menangani kasus tersebut, biasanya kondisi upal tidak dalam kondisi utuh mulus tapi lecek atau dilipat, atau digabung dengan uang asli lainnya untuk mengaburkan upal,” ungkapnya.
“Karenanya kami berharap masyarakat tetap berhati-hati saat bertransaksi. Sebelum menerima uang ada baiknya dilakukan pengecekan secara teliti kualitas dari uang itu. Jika ada ciri-ciri khusus di uang tersebut tidak muncul segera ditolak dan segera dilaporkan ke kepolisian bahwa uang ini meragukan.”
Di sisi lain, kepolisian juga berharap peran aktif dari Bank Indonesia untuk tidak lelah menyosialisasikan ciri-ciri khusus uang asli ke masyarakat. Terlebih terhadap uang pecahan baru yang dimungkinkan masih banyak masyarakat yang belum mengenalinya.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak Bank Indonesia untuk bisa mengendalikan dan mengawasi peredaran uang palsu,” imbuh perwira polisi dengan tiga melati di pundak itu. []