BacaJogja – Pembelajaran baca dan tulis aksara Jawa di sekolah saat ini ibarat momok kedua setelah matematika. Ternyata, anggapan seperti itu keliru. Dengan Cara Ngapak, metode pembelajaran aksara Jawa menjadi sangat mudah.
Metode pembelajaran Cara Ngapak bukan dialek bahasa jawa di Banyumas dan sekitarnya. Metode Cara Ngapak merupakan suatu rumusan metode yang memudahkan dalam menghafal dan memahami Aksara Jawa. Dengan metode ini hanya perlu menghafal 5 Aksara Jawa yaitu Ca, Ra, Nga, Pa dan Ka (Cara Ngapak).
Ahmad Fikri, selaku pencetus pembelajaran aksara Jawa dengan Cara Ngapak, menyatakan, salah satu problematika pembelajaran aksara Jawa itu pada metode, karena dari dulu sifatnya hanya hafalan, digabung dengan pelajaran bahasa dan sastra Jawa sekaligus.
Baca Juga: Penelitian Siswi SMAN 1 Dlingo Bantul, CARA NGAPAK Efektif Pelajari Aksara Jawa
Pria asli Betawi ini menjelaskan, salah satu keunggulan sekaligus ciri khas aksara Jawa adalah tidak adanya titik koma maupun tanda seru seperti halnya aksara Latin.
“Dengan sendirinya orang yang belajar aksara Jawa sekaligus belajar olah rasa. Bukan rahasia lagi, aksara Jawa sangat kental mengandung filosofi tingkat tinggi,” katanya dalam acara Sosialisasi Perda DIY Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa di SMP Maarif Gamping Sleman, Yogyakarta, Rabu, 24 Mei 2023.
Untuk mengetahui seberapa kuat kemampuan guru-guru pelajaran Bahasa Jawa pada sekolah-sekolah di bawah Lembaga Pendidikan Maarif Kabupaten Sleman, dalam kesempatan itu Ahmad Fikri mengetes mereka.
Baca Juga: Keren, Aplikasi Salin Saja Mampu Menerjemahkan Bahasa Indonesia ke Aksara Jawa
Melaui laptop terhubung proyektor dia tampilkan teks kuno beraksara Jawa. Ternyata, ada yang langsung mampu membacanya dengan lancar meskipun sedikit agak tersendat-sendat.
Teks itu merupakan penggalan dari sebuah Serat, ringkasan Kitab Ihya Ulumudin karya ulama besar Al-Ghazali, yang ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa oleh seorang ulama asal Sragen Jawa Tengah, beberapa abad silam.
Berhasil membacanya, Ahmad Fikri langsung menghadiahi perempuan guru lulusan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu, sebuah buku karyanya.
Baca Juga: Nama Waktu dalam Istilah Pergaulan Sehari-hari Masyarakat Jawa
Yang terpenting, pesan Fikri, memulai pelajaran aksara Jawa anak dibuat harus dibuat gembira. Jangan paksa mereka dengan hafalan. Anak-anak sekarang adalah generasi visual, setiap hari pegang handphone. “Hafalan bisa lupa tetapi kalau memahami metodenya maka tidak akan lupa,” kata dia.
Begitu memahami metode Cara Ngapak, lanjut dia, dengan sendirinya siapa pun akan hafal 20 aksara dasar Jawa. Metode ini sudah teruji serta memperoleh penghargaan terbaik pada ajang olimpade siswa tingkat nasional.
Fikri menambahkan, seseorang yang mahir baca tulis aksara Jawa dengan sendirinya akan mudah membaca maupun memahami naskah-naskah kuno yang ditulis dengan aksara Kawi.
Baca Juga: Taman Kampung Aksara Pacibita Yogyakarta Menjaga Aksara Jawa dari Kepunahan
Anggota Komisi D DPRD DIY Syukron Arif Muttaqin mengatakan, Perda DIY Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa merupakan inisiatif DPRD DIY. Perda ini lahir dari keprihatinan DPRD DIY terhadap masa depan budaya Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Syukron sepakat, Pemda DIY perlu terus didorong melaksanakan pelestarian dan pengembangan aksara Jawa, salah satunya melalui kegiatan sosialiasi seperti ini untuk para guru bahasa Jawa di bawah Lembaga Pendidikan Maarif milik Nahdlatul Ulama (NU).
Baca Juga: Mahasiswa dan Pelajar Memeriahkan Amukti Zamrud Nusantara di Yogyakarta
Dari sosialisasi kali ini, lanjut Syukron, diketahui ternyata metode pembelajaran aksara Jawa berbeda-beda dan kurang tepat. Tidak ada standardisasi. Padahal, dengan metode Cara Ngapak sangat simpel, anak-anak maupun orang dewasa menjadi senang belajar aksara Jawa.
Dia mengusulkan jam pembelajaran bahasa Jawa ditambah dari dua jam menjadi empat jam. Selain itu, kurikulumnya juga dibuat sama. “Anak-anak SD jangan dibebani beban berat, dibuat riang gembira dan senang dulu belajar aksara Jawa,” kata Syukron, mantan wartawan itu. []