Taman Kampung Aksara Pacibita Yogyakarta Menjaga Aksara Jawa dari Kepunahan

  • Whatsapp
taman aksara pacibita
Taman Kamung Aksara Pacibita di Bantul Yogyakarta. (Foto: Disbud DIY)

Yogyakarta – Taman Aksara Kampung Aksara Pacibita resmi diluncurkan pada Senin, 13 Desember 2021 malam. Taman yang berada di Payak Cilik 01 Padukuhan Bintaran Wetan 06 Srimulyo, Kapanewon Piyungan, Kabupaten Bantul ini semakin mengokohkan Yogyakarta sebagai pusat budaya Jawa. Taman ini berada di tepian sungai dan lokasinya sangat dekat dengan situs Payak.

Peresmian dilakukan oleh Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta Dian Lakshmi Pratiwi. Peresmian ditandai pembukaan selubung gapura, pemecahan kendi serta pergelaran wayang beber.

Read More

Begitu masuk taman ini, pengunjung langsung disambut gazebo yang asri dan tertata rapi. Aksara-aksara Jawa terpasang hampir di setiap tempat, termasuk pada pepohonan maupun gapura masuk.

Baca Juga: Dinas Kebudayaan DIY Gelar Kompetisi Bahasa dan Sastra Jenjang Pelajar dan Umum

Dian Lakshmi mengatakan, keberadaan taman ini sangat bermakna bagi pelestarian dan pengembangan salah satu aksara terindah di dunia. Taman ini menjadi jawaban kekhawatiran musnahnya aksara Jawa. Dengan taman ini, ke depan kampanye penggunaan aksara Jawa diyakini semakin menggeliat.

“Taman Aksara Jawa dan Situs Payak yang luar biasa ini menjadi bagian dari kampung aksara. Dari pilot project 12 desa yang ditunjuk, sepuluh di antaranya desa budaya termasuk Srimulyo. Semoga tempat ini menjadi inspirasi pembelajaran bagi kampung lain,” jelasnya.

Dia mengatakan, Dinas Kebudayaan tidak hanya memberikan dukungan, tetapi juga memberikan apresiasi kepada pemerintah kalurahan setempat maupun komunitas aksara Jawa. Harapannya, aksara Jawa menjadi semakin lazim dipelajari sehingga berkembang tidak hanya sebagai dekoratif namun menjadi identitas jati diri Kalurahan Srimulyo khususnya dan DIY pada umumnya.

Aksara Jawa Membentuk Pribadi yang Baik

Ketua Taman Aksara Pacibita Sukadi mengatakan, taman menjadi wahana bagi masyarakat untuk belajar dan praktik menulis dan membaca aksara Jawa. “Kita bisa melihat aksara di setiap sudutnya dan di situ juga terdapat metode cepat menghafal aksara sehingga masyarakat bisa bermain sekaligus belajar aksara. Taman aksara didukung keindahan alam sehingga membuat nyaman dan kita berharap bisa menjadi pusat belajar aksara Jawa, sehingga bisa memberantas buta aksara,” katanya.

pacibita yogyakarta
Taman Kamung Aksara Pacibita di Bantul Yogyakarta. (Foto: Facebook/Geberjawa Semesta Mahardika)

Baca Juga: Terinspirasi Sultan HB I, Keraton Yogyakarta Hadirkan Rubrik Ramah Anak Tamanan

Melalui gerakan seperti itu, masyarakat Jawa bisa lebih njawani karena marwah suatu bangsa terdapat pada aksaranya. Apalagi aksara Jawa mengandung filosofi kehidupan masyarakat yang sangat luhur. Dengan belajar aksara Jawa juga akan terbentuk pribadi yang baik, bertata krama dan menjunjung tinggi adat Jawa yang penuh kesantunan.

“Kami juga memimpikan kelak bisa melihat pada setiap baliho dan produk masyarakat Jawa bisa bertuliskan aksara Jawa, sehingga kepercayaan diri kita akan tumbuh dan bangga dengan aksaranya sendiri. Itu yang memotivasi kita membuat taman aksara,” kata Sukadi.

Komunitas Kampung Aksara Pacibita sebagai komunitas penggerak dan pegiat aksara Jawa berdiri pada 3 Maret 2020 atas inisiatif dari beberapa pegiat aksara Jawa di wilayah ini, untuk menyemarakkan kampung mereka dengan aksara Jawa. Salah satu yang dilakukan adalah membuat papan nama Kepala Keluarga (KK) setiap rumah di lingkungan kedua RT tersebut dengan aksara Jawa.

Baca Juga: Yogyakarta dan Surakarta Sinergi Melestarikan Budaya Jawa

Kegiatan terus berlanjut dengan mengadakan pelatihan-pelatihan aksara Jawa untuk internal komunitas dan anak-anak. Atas dukungan Dinas Kebudayaan pada pertengahan 2021, Kampung Aksara Pacibita menerbitkan buletin “Kampung Aksara” dan buletin Jumat “Mataraman” mulai Juli-Oktober dan diedarkan di seluruh DIY, menjangkau 80 Masjid dan 110 Kalurahan.

Penerbitan buletin dimaksudkan sebagai upaya mendorong masyarakat untuk kembali menengok eksistensi aksara Jawa dan memanfaatkannya dalam tradisi membaca dan menulis.

Sukadi menjelaskan, Kampung Aksara Pacibita bertujuan melestarikan aksara Jawa sebagai tradisi kepenulisan masyarakat. Kegiatannya antara lain melakukan digitalisasi naskah-naskah beraksara Jawa ke dalam bentuk teks agar mudah diakses oleh publik.

Kemudian, menyelenggarakan pelatihan-pelatihan tata tulis aksara Jawa kepada masyarakat dewasa dan anak-anak, memanfaatkan aksara Jawa untuk keperluan komunikasi, publikasi dan layanan umum di ranah sosial.

Fasilitas Taman Aksara Pacibita

Taman Aksara Pacibita dilengkapi empat gazebo untuk keperluan istirahat, makan dan minum pengunjung. Ada ruang pelatihan berbentuk limasan ukuran 4 x 6 meter, dapur, musala, pendapa dan fasilitas kamar mandi. Juga ada homestay bagi yang ingin menginap serta ada jaringan internet.

Akhmad Fikri selaku inisiator dan pembina Kampung Aksara Pacibita menambahkan, upaya ini merupakan visi dan juga ambisi sebagai pusat pelatihan dalam pemberantasan buta aksara Jawa. Agar generasi muda khususnya semakin menvintai warisan budaya mereka.

Baca Juga: Harapan Sri Sultan HB X dari Kongres Bahasa Jawa

“Aksara Jawa adalah ruh bagaimana menemukan identitas dan masa lalu kita yang gemilang. Ia menjadi anak panah yang melesat kencang menembus kesadaran kita dalam menghadapi tantangan modernitas dan revolusi digital,” kata Ahmad Fikri.

Baginya, sangat berbahaya jika kaum muda tidak mampu membaca aksara Jawa. Bisa saja aksara ini hilang musnah tinggal sejarah jika tidak ada upaya melestarikannya. “Aksara Jawa harus digunakan masif pada ranah kehidupan sosial,” kata dia.

Melalui kampanye yang masif seperti itu, aksara Jawa akan lebih membumi. Masyarakat tidak asing lagi jika setiap hari dicekoki, dalam tanda kutip, aksara leluhur itu.

Baca Juga: Mengenal Nguras Enceh, Sate Klatak dan Lima Warisan Budaya Tak Benda di Bantul Yogyakarta

Di kampung Aksara itu, kaum muda memperoleh pelatihan-pelatihan pembelajaran aksara Jawa. Meskipun di sekolah dasar hingga menengah telah dipelajari, namun kebanyakan mereka sudah lupa.

Ini terjadi karena aksara Jawa tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari termasuk di dalam aktivitas sosial media. Justru anak-anak muda sepertinya teracuni aksara dari luar seperti aksara Korea, China maupun Jepang.

Harapannya, masyarakat Jawa tak kehilangan ke-Jawa-an mereka. Keberadaaan taman ini juga mendukung pencanangan Yogyakarta sebagai Kota Hanacara, Aksara Jawa Hanjayeng Bawana. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *