BacaJogja – Festival Panahan Tradisional – Jogjakarta (Jogja- Traditional Archery Festival) berlangsung unik. Ratusan pemanah dari seluruh Indonesia mengikuti event yang digelar oleh Dinas Pariwisata DIY didukung Puro Pakualaman dan Persatuan Panahan Indonesia (Perpani DIY), Sabtu, 17 Juni 2023.
Acara digelar di Lapangan Panahan Kenari Yogyakarta. Selain itu, kegiatan ini sekaligus dalam rangka memperingati Hadeging Kadipaten Pakualaman ke-211 Masehi. Ada hal unik dan tidak biasa dalam acara ini. Para peserta yang ikut menggunakan baju khas daerah masing-masing.
Baca Juga: Sejarah dan Filosofi Panahan Jemparingan Gaya Mataraman Keraton Yogyakarta
Tak terkecuali Penjabat Walikota Yogyakarta Singgih Raharjo yang menggunakan busana Jawa lengkap dengan blangkon ikut mencoba dan merasakan panahan tradisional atau yang biasa akrab disebut panahan jemparingan ini.
Singgih mengatakan, kegiatan ini rutin dilakukan agar para pemanah tradisional di seluruh Indonesia melestarikan serta ini menjadi awal adanya Festival Panahan Tradisional bertaraf Internasional. “Ini merupakan wahana bertemunya para pemanah tradisional di seluruh Indonesia untuk bersama-sama melestarikan panahan. Selain itu, kami rencanakan akan mengadakan festival panahan tradisional bertaraf Internasional,” jelas Singgih.
Baca Juga: Festival Panahan Tradisional Yogyakarta Piala KGPAA Paku Alam X
Kepala Dinas Pariwisata DIY ini mengungkapkan, panahan tradisional termasuk kegiatan olahraga khas Kerajaan Mataram atau dikenal dengan jemparingan gaya Mataram Ngayogyakarta. Busur panah nya pun terbuat dari bahan yang ramah lingkungan yakni terbuat dari kayu dan bambu bukan menggunakan material buatan pabrik.
Ia berharap, panahan tradisional ini tidak hanya dikenal oleh warga lokal namun hingga mancanegara. “Panahan tradisional ini menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan baik dari busur, gendewa dan targetnya. Menjadi unik dan menarik lagi karena semua pemanah menggunakan pakaian tradisional masing-masing daerahnya,” katanya.
Baca Juga: Makna Pohon Pakel, Kweni, Pelem Cempora dan Soka di Alun-alun Selatan Yogyakarta
“Selain itu, saat memanah pun juga memiliki keunikan masing-masing, ada yang berdiri dan duduk, nah ini yang perlu terus dilestarikan,” ujarnya.
Eddy Roostopo, Peraih Medali Emas PON Ikut Serta
Seorang peserta dari Komunitas Taman Sriwedari Surakarta Eddy Roostopo mengaku bangga dan senang masih banyak yang ikut melestarikan panahan tradisional ini. “Saya ingin menyebar virus jemparingan di seluruh nusantara. Sehingga mereka bisa jemparingan. Tidak hanya jemparingan dengan gaya Mataram, monggo silahkan dari berbagai daerahnya bisa diterapkan,” katanya.
Eddy Roostopo ini merupakan atlet panahan tradisional yang meraih satu medali emas, satu perak, dan dua perunggu dengan rekor jarak 50 meter pada PON XI tahun 1985 di Jakarta.
Baca Juga: Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi Tidak Satu Garis Lurus
Menurutnya, panahan tradisional ini juga dibutuhkan oleh siswa-siswi mulai dari Sekolah Dasar (SD). Sebab dengan belajar memanah anak menjadi fokus.
“Terutama anak-anak dari SD sudah belajar memanah. Panahan tradisional ini membuat anak menjadi fokus/konsentrasi dalam menerima pelajaran di sekolah dan nilai akan bagus. Selain itu, untuk para pekerja pun bisa refreshing disini, sebab dapat menambah ketelitian dalam pekerjaan, ini sungguh sangat luar biasa jika diikuti,” jelasnya. []