UII Yogyakarta Luluskan 19 Arsitek Baru: Siap Hadapi Tantangan Profesi di ASEAN

  • Whatsapp
sumpah profesi arsitek
Pengambilan sumpah profesi arsitek lulusan UII Yogyakarta (Foto: BacaJogja)

BacaJogja – Program Studi Profesi Arsitek (PPAr) Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia (FTSP UII) telah meluluskan 19 arsitek baru dalam acara pengambilan sumpah profesi yang digelar di Auditorium Gedung KH. Mohammad Natsir, kampus terpadu UII, pada Sabtu, 19 Oktober 2024.

Ketua Program Studi Profesi Arsitek UII, Dr. Ar. Yulianto Purwono Prihatmaji, S.T., M.T., IPM., IAI menyampaikan bahwa ini adalah angkatan ke-14 lulusan program profesi arsitek UII. Sejak pertama kali berdiri, UII telah meluluskan lebih dari 200-an orang.

Read More

Umroh akhir tahun

Baca Juga: Seruan dari Masjid Jogokariyan Yogyakarta: Gerakan Subuh Berjamaah dan Munajat untuk Palestina

Yulianto menegaskan bahwa lulusan yang baru diambil sumpah profesinya ini masih berada pada tahap arsitektur masa depan. Artinya, setelah menyelesaikan pendidikan, mereka belum langsung menjadi arsitek teregistrasi.

Untuk mendapatkan status tersebut, mereka harus menjalani magang selama dua tahun atau 4.000 jam, dilanjutkan dengan uji kompetensi. Setelah itu, barulah mereka bisa menerima Surat Registrasi Arsitek dan secara resmi menyandang gelar arsitek. “Setelah melewati tahap tersebut, barulah mereka bisa bekerja sebagai arsitek,” jelas Yulianto.

Baca Juga: Serikat Pekerja Tembakau DIY Tolak Kebijakan Kemasan Polos, Calon Wawali Wawan Hermawan Angkat Bicara

Magang tersebut, lanjut Yulianto, difasilitasi oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), dan bisa dilakukan di berbagai tempat, seperti di bawah bimbingan arsitek perorangan, kantor, maupun konsultan.

Lebih lanjut, Yulianto menyebutkan bahwa berdasarkan data dari Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur Indonesia (APTARI), saat ini ada 16 kampus di Indonesia yang telah memiliki izin operasional untuk Program Profesi Arsitek. Di Yogyakarta sendiri, terdapat tiga kampus yang memiliki izin tersebut, yakni UII, UGM, dan Atma Jaya.

Baca Juga: KPU Bantul Siapkan Debat Pilkada 2024 dengan Serius, Ini Bocoran Isu Panasnya

Tak hanya diakui secara nasional, lulusan UII juga telah terakreditasi oleh Lembaga Arkitek Malaysia (LAM). Hal ini memberikan peluang bagi lulusan UII untuk langsung diakui dan bekerja di Malaysia.

“UII baru mendapatkan validasi dari LAM pada tahun 2021, setelah melalui proses yang panjang, mulai dari kesepakatan hingga operasionalisasi. Tahun ini, UII sudah menjalin kerja sama dengan biro-biro arsitektur di Malaysia, sehingga mahasiswa kita bisa melakukan kerja praktik di sana,” jelasnya.

Yulianto Purwono
Ketua Program Studi Profesi Arsitek UII Yulianto Purwono Prihatmaji (BacaJogja)

Malaysia dan Singapura, tambah Yulianto, sangat menekankan pentingnya pendidikan selama lima tahun dalam program arsitektur. Oleh karena itu, lulusan UII baru bisa diakui di kedua negara tersebut setelah menyelesaikan pendidikan lima tahun.

“Kerja sama ini memperluas peluang bagi lulusan UII untuk bisa bekerja di negara-negara ASEAN yang terdiri dari 10 negara,” ungkapnya.

Baca Juga: SiBakul Jogja Antar Dinas Koperasi dan UKM DIY Raih Penghargaan di PLUT Award 2024

Sebagai pengurus APTARI, Yulianto juga menyoroti pentingnya pengambilan sumpah profesi bagi lulusan arsitek. Ini adalah bagian dari tanggung jawab pendidikan, agar perguruan tinggi tidak hanya meluluskan mahasiswa tanpa pembekalan yang memadai untuk menghadapi dunia kerja.

“Kita tidak ingin lulusan kita hanya dilepas ke pasar kerja tanpa kompetensi yang cukup. Oleh karena itu, kita melibatkan asosiasi profesi untuk memastikan bahwa mereka siap secara profesional,” ujarnya.

Baca Juga: Keajaiban Alam Tersembunyi: Penemuan Gua Jutaan Tahun di Lokasi Proyek JJLS Gunungkidul

Selain kompetensi teknis, Yulianto juga menekankan pentingnya kesadaran akan estetika dalam mendesain bangunan atau kawasan. Namun, ia menyebutkan bahwa saat ini belum semua provinsi di Indonesia memiliki regulasi lisensi arsitektur. Di Yogyakarta, regulasi terkait lisensi desain baru diberlakukan dua bulan yang lalu.

“Kalau ingin mendesain di Jogja, harus ada izin. Di Bali, izin desain semakin ketat karena faktor budaya. Di Jogja juga ketat, terutama dengan adanya sumbu imajiner dan gatra matra (Pakualaman, Kraton, Kotagede, Kotabaru), yang harus selaras dengan bangunan yang sudah ada sebelumnya. Misalnya, di Kotabaru, desain bangunan harus sesuai dengan gaya Indische dan tidak boleh sembarangan,” jelasnya. []

Related posts