BacaJogja – Yogyakarta, kota pariwisata yang dikenal di seluruh Nusantara bahkan dunia, menghadapi tantangan unik di tengah meningkatnya jumlah wisatawan. Kemacetan, keriuhan, hingga kekhawatiran akan over tourism, seperti yang dialami Bali, kini menjadi perhatian utama.
Fenomena ini membuat sebagian warga Jogja memilih mengurangi aktivitas di luar rumah, terutama saat akhir pekan. “Kita harus fokus mendatangkan wisatawan berkualitas, bukan sekadar mengejar jumlah. Wisatawan yang datang beramai-ramai dengan ratusan bus, membawa makanan sendiri, dan tidak menginap di Jogja tidak memberikan dampak ekonomi langsung yang signifikan,” ujar Ketua DPD Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY, Bobby Ardianto Setyoaji, dalam Focus Group Discussion (FGD) bersama 22 asosiasi anggota di Galery Prawirotaman Hotel, Senin (9/12).
Baca Juga: Peluncuran Antologi Pantun Cinta: Menghidupkan Tradisi di Tengah Modernisasi
Bobby menyoroti bahwa mendatangkan investor di sektor pariwisata tidaklah mudah. Banyak faktor yang dapat menghambat, mulai dari kurangnya dampak ekonomi dari wisatawan, aturan pemerintah yang tidak jelas, hingga kejenuhan suasana kota. “Investor pariwisata berpikir profesional dan melihat peluang bisnis serta keekonomiannya. Jika tidak menguntungkan, mereka mudah saja berpindah ke daerah lain,” jelas Bobby, yang juga merupakan anggota Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) DIY.
Lebih lanjut, Bobby menegaskan pentingnya sinergitas antara lembaga dan pemangku kepentingan pariwisata di Jogja. Keselarasan cara pandang dan semangat bersama dalam mengedukasi wisatawan untuk berperilaku baik saat berkunjung menjadi kunci keberhasilan pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan.
Baca Juga: PERGABI DIY Lantik Dwi Sektiyono Cahyo sebagai Ketua, Siap Majukan Pendidikan Agama Buddha
FGD ini juga membahas rencana Tourism Outlook 2025, yang akan menyoroti pentingnya sinergitas dan kualitas pelayanan pariwisata secara menyeluruh. Bobby berharap, acara ini dapat memberikan panduan bagi pelaku industri pariwisata untuk mandiri, tanpa terlalu bergantung pada bantuan atau subsidi pemerintah.
“Pelaku pariwisata harus bertanggung jawab atas perkembangan sektor ini. Kita harus mampu menciptakan kemandirian pariwisata yang berdampak positif bagi masyarakat,” tutup Bobby dengan optimisme. []