Peningkatan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Global: Tantangan dan Solusi Multidisiplin

  • Whatsapp
Nyamuk DBD
Ilustrasi DBD (Istimewa)

Guntur Surya Alam
Founder Lekasehat/Dokter Spesialis Bedah Anak/Konsultan

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu tantangan kesehatan masyarakat global yang terus meningkat dalam dua dekade terakhir. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa antara tahun 2000 hingga 2019, jumlah kasus DBD yang dilaporkan meningkat sepuluh kali lipat, dari 500.000 menjadi 5,2 juta kasus. Tahun 2019 mencatat puncak tertinggi, dengan penyebaran di 129 negara.

Read More

Meskipun pandemi COVID-19 sempat menyebabkan penurunan laporan kasus DBD pada tahun 2020–2022, angka kasus kembali meningkat pada tahun 2024, disertai dengan lonjakan wabah dan penyebaran ke wilayah baru.

Baca Juga: Bantul, Lumbung Pangan DIY: Target Swasembada 2025 dengan Produksi Padi Optimal

Distribusi Global dan Beban Penyakit

  1. Afrika
    Afrika menjadi salah satu kawasan yang terdampak parah oleh DBD. Sebanyak 15 dari 47 negara di Afrika, termasuk Nigeria, Ethiopia, dan Ghana, melaporkan wabah signifikan. Namun, beban sebenarnya sulit dipahami akibat gejala yang mirip dengan malaria, keterbatasan kapasitas laboratorium, serta pengawasan yang tidak memadai.
  2. Amerika
    Di Amerika, hingga Desember 2024 dilaporkan 4,1 juta kasus DBD, termasuk 6.710 kasus berat dan 2.049 kematian (CFR 0,05%). Brasil menjadi negara dengan jumlah kasus tertinggi, sementara Kolombia mencatatkan kasus DBD berat terbanyak.
  3. Timur Tengah
    Epidemi dengue pertama kali tercatat di Timur Tengah pada tahun 1998. Konflik, perpindahan penduduk, serta bencana alam seperti banjir dan gempa bumi memperburuk situasi, terutama di Afghanistan, Pakistan, dan Yaman.
  4. Eropa
    Meskipun bukan daerah endemik, Eropa mengalami peningkatan kasus DBD yang diimpor. Sejak 2010, beberapa kasus lokal dilaporkan di negara-negara seperti Prancis, Italia, dan Spanyol.
  5. Asia Tenggara
    Kawasan ini merupakan pusat endemis dengue, dengan lonjakan signifikan di Bangladesh, Thailand, dan Indonesia pada tahun 2024. Thailand melaporkan peningkatan lebih dari 300%, sementara Indonesia memiliki tingkat fatalitas tertinggi (CFR 0,72%) di kawasan ini.
  6. Pasifik Barat
    Wilayah ini juga menghadapi beban berat akibat DBD, terutama di Filipina, Vietnam, dan Fiji, yang mengalami peningkatan kasus sebesar 37% pada tahun 2024.

Baca Juga: Panduan Lengkap Cara Daftar NIK e-KTP untuk Dapatkan Bansos PKH 2025

Karakteristik Penyakit

Virus dengue memiliki empat serotipe (DENV-1 hingga DENV-4), yang menyebabkan infeksi sekunder berisiko menjadi dengue berat. Gejalanya bervariasi, mulai dari tanpa gejala hingga demam ringan, tetapi dapat berkembang menjadi komplikasi serius seperti syok, pendarahan berat, dan kerusakan organ. Deteksi dini dan akses ke layanan kesehatan memainkan peran penting dalam mencegah kematian.

Faktor Penyebab Peningkatan Kasus Dengue

  1. Lingkungan
    Perubahan distribusi nyamuk Aedes aegypti, urbanisasi yang tidak terencana, perubahan iklim, dan ko-sirkulasi beberapa serotipe virus menjadi faktor utama penyebab meningkatnya kasus DBD.
  2. Layanan Kesehatan
    Kerapuhan sistem kesehatan di negara-negara terdampak, keterbatasan kapasitas laboratorium, serta fokus pada pandemi COVID-19 telah mengurangi efektivitas deteksi dan pengelolaan kasus.
  3. Faktor Sosial
    Rendahnya kesadaran masyarakat, perilaku pencarian layanan kesehatan yang kurang optimal, dan minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengendalian vektor memperburuk situasi.

Upaya Pengendalian dan Pencegahan

  1. Pendekatan Multidisiplin
    WHO mendorong implementasi Inisiatif Arbovirus Global, dengan fokus pada penguatan pengawasan epidemiologi, diagnosis laboratorium, dan pengendalian vektor. Selain itu, pelatihan dokter dan tenaga kesehatan melalui kursus daring terus dilakukan untuk meningkatkan deteksi dini dan pengelolaan kasus.
  2. Pengendalian Vektor
    Pengendalian vektor nyamuk menjadi kunci utama pencegahan, dengan metode 3M (Menutup, Menguras, Menimbun) yang dilengkapi dengan pemberian larvasida, penggunaan kelambu berinsektisida, dan penyemprotan insektisida.
  3. Inovasi Teknologi
    Penyebaran nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia terbukti mampu menurunkan kasus DBD hingga 77,1% dan mengurangi angka rawat inap hingga 86%. Nyamuk Wolbachia tidak mengurangi populasi Aedes aegypti secara langsung, tetapi menghambat penyebaran virus.

Baca Juga: Pentingnya Sertifikasi Halal untuk UMKM: Jadwal Pelatihan dan Cara Pendaftaran di Yogyakarta

Mengatasi tantangan DBD memerlukan pendekatan terpadu yang melibatkan lintas sektor dan disiplin ilmu. Peningkatan kapasitas layanan kesehatan, penguatan pengawasan, edukasi masyarakat, dan adopsi teknologi inovatif merupakan langkah strategis dalam menekan angka kesakitan dan kematian akibat DBD. Dengan kerja sama global dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, ancaman DBD dapat dikendalikan secara efektif.

Referensi

  1. World Health Organization (WHO). (2024). Global Dengue Report 2024.
  2. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2024). Dengue and Severe Dengue.
  3. Shepard, D. S., et al. (2016). Economic and Disease Burden of Dengue in Southeast Asia. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene.
  4. Bowman, L. R., et al. (2016). Barriers to Dengue Prevention and Control in Endemic Regions. Tropical Medicine & International Health. []

Related posts