Oleh : Dwijo Suyono*
Lebih dari 100 ilmuwan dari pelbagai belahan dunia menilai demokrasi di Indonesia tengah mengalami kemunduran. Pemimpn yang dipilih secara demokratis banyak yang memunggungi pemilihnya dan mengkhianati nilai-nilai demokrasi. Aparat pun kerap mempersekusi warga sipil yang mengkritik pemerintah mengukuhkan kesimpulan lembaga pemeringkat global bahwa indeks demokrasi Indonesia terendah dalam 14 tahun terakhir. (Cover Story Koran Tempo 20 Agustus 2021).
Tulisan di Koran Tempo ini membuat kita menengok kembali perjalanan sistem demokrasi yang ada dan dilakoni oleh bangsa ini. Tahun 2021 merupakan tahun ke-76 Bangsa Indonesia lepas dari belenggu penjajahan, tepatnya 17 Agustus 1945, Bung Karno dengan resmi menyatakan bangsa Indonesia telah merdeka.
Baca Juga: Monumen Jogja Kembali, Bukti Patriotik Rakyat Yogyakarta untuk Indonesia
Saat itu sebagai sebuah negara merdeka maka sistim ketetanegaraan dan administrasi negara memang harus disiapkan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam catatan perjalanan sejarah sistem ketatanegaraan Indonesia tercatat ada empat sistem demokrasi yang pernah dilakoni oleh bangsa ini, yakni:
Demokrasi Parlementer
Masa awal kemerdekaan yakni tahun 1945-1949 merupakan periode yang sulit bagi bangsa Indonesia. UUD 1945 menjadi tonggak digunakannya sistem Demokrasi Parlementer, tetapi pada masa ini situasi politik sangat tidak stabil sehingga berbagai program pemerintah yang dicanangkan tidak berjalan dengan baik, sehingga sistem demokrasi ini secara Yuridis berakhir pada 5 Juli 1959.
Demokrasi Terpimpin
Presiden Soekarno selaku pemegang mandat rakyat pada tanggal 22 April 1959 memberikan amanat kepada Dewan Konstituante untuk menggunakan model Demokrasi Terpimpin sebagai bagian sistem ketetanegaraan Indonesia, yang terdiri dari lima hal pokok yaitu Demokrasi terpimpin bukan diktator, cocok dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia.
Baca Juga: Sambutan Gubernur DIY Sri Sultan HB X Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI ke-76
Demokrasi terpimpin berarti demokrasi di segala persoalan baik persoalan negara dan masyarakat, meliputi politik, sosial, dan ekonomi. Inti pimpinan dalam demokrasi terpimpin adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Pada demokrasi terpimpin, oposisi diharuskan dapat melahirkan pendapat yang sehat dan membangun.
Dalam tataran konsep sistem demokrasi ini menjadi sangat relevan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara Indoensia, karena poin-poin pentingnya tidaklah bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Tetapi yang terjadi bahwa dalam pelaksanaan tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya sehingga justru menyimpang dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, sehingga berbagai persoalan kembali muncul dan sebagai puncaknya peristiwa G 30 S menjadi penentu runtuhnya model demokrasi terpimpin.
Demokrasi Pancasila versi Orde Baru
Sistem demokrasi ini diharapkan menjadi solusi atas berbagai permasalahan yang muncul pada sistem demokrasi terdahulu. Pada sistim ini Pancasila menjadi sebuah dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga dalam berbagai sub sistem bernegara, Pancasila menjadi hal wajib yang dimunculkan, seperti ekonomi Pancasila, Industri Pancasila serta berbagai hal lainnya.
Baca Juga: 71 Pelajar Dikukuhkan sebagai Pengemban Tugas Paskibraka Bantul
Tetapi kembali Demokrasi Pancasila dalam masa Orde Baru ini justru banyak terjadi penyimpangan, sehingga bertentangan dengan prinsip prinsip Pancasila itu sendiri. Berbagai pelanggaran yang terjadi pada masa Orde Baru seperti penyelenggaraan pemilu yang tidak jujur dan tidak adil, kurangnya jaminan kebebasan mengemukakan pendapat, pembredelan media yang mengkritik pemerintah, kriminalisasi terhadap individu maupun kelompok yang tidak sependapat dengan pemerintah, maraknya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme, pengekangan diskusi-diskusi kampus, sistem kepartaian yang berat sebelah dan tidak otonom, penculikan dan penghilangan paksa sejumlah aktivis.
Demokrasi Pancasila Reformasi
Usai Orde Baru penerapan demokrasi Pancasila tetap menjadi dasar dalam prinsip berdemokrasi pemerintah hanya saja terjadi berbagai perubahan. Perbedaan demokrasi Pancasila pada era reformasi dengan era orde baru terletak pada aturan pelaksanaannya. Kebanyakan, perubahannya itu terletak pada perbaikan kebijakan-kebijakan yang dirasa kurang sejalan dengan konsep demokrasi.
Pelaksanaan Pemilihan umum yang lebih demokratis Lembaga demokrasi lebih berfungsi Memaknai demokrasi pancasila sebagai nilai-nilai budaya politik yang memengaruhi sikap hidup politik pendukungnya Partai-partai politik kini lebih dapat mandiri. Lalu di mana letak kesalahan sistem Demokrasi yang dipakai oleh pemerintah bangsa ini dari masa ke masa?
Baca Juga: Di Balik Sekelompok Bocah Merusak Bendera Merah Putih di Gunungkidul
Dalam bukunya Perjuangan Kita, Soetan Sjahrir Perdana Menteri Pertama Republik ini mengatakan kalau individualisme adalah elemen terpenting dalam negara dan sistem yang demokratis. Demokrasi dengan berbagai sistemnya ada dua persoalan yakni penguatan demokrasi atau pelemahan demokrasi.
Dalam hal pelemahan demokrasi, ada dua model atau varian. Pertama, mengarah kembali pada kondisi otoriter (authoritarian resurgence) dan kedua, sebagai post-democracy. (Colin Crouch 2004), dan tampaknya kondisi bangsa Indonesia saat ini berada dalam lingkup Post Democracy.
Post-democracy, adalah istilah yang dipopulerkan oleh sosiolog dan pengamat demokrasi dari Inggris Colin Crouch Dalam kondisi post-democracy ini, terdapat beberapa kecenderungan. Pertama, keterlibatan masyarakat dalam dunia politik bersifat terbatas atau artifisial saja. Hampir semua aspek kehidupan politik ditentukan oleh elite, khususnya elitenya elite (crème a la crème). Persetujuan pusat atau pimpinan pusat amat menentukan dan mewarnai segenap kehidupan kader partai dimana pun berada.
Baca Juga: Isi Surat Edaran Peniadaan Malam Tirakatan dan Lomba di Bantul
Kedua, partai bukan lagi sebagai sarana penyalur kepentingan rakyat. Partai tidak lagi menjadi alat sebuah basis politik, namun alat kepentingan pemilik partai. Partai cenderung sentralistis, yang mengakibatkan pendiri/penyandang utama dana partai menjadi pusat segalanya.
Ketiga, terdapat kecenderungan menggunakan cara-cara populisme dan artifisial (post-truth) dalam berpolitik. pertarungan ide tidak diperlukan, yang terpenting adalah bagaimana membangun pencitraan dan memenangkan emosi pemilih dengan janji-janji politik yang menggiurkan, yang akhirnya berujung pada pembodohan dan penurunan kualitas demokrasi.
Keempat, antusias masyarakat. Dalam banyak momen politik, antusiasme berpolitik masyarakat menurun. Masyarakat juga pada umumnya tidak memahami duduk persoalan, hanya terpaku pada fenomena permukaan.
Kelima, sebagai dampak dari itu semua, hilangnya penghormatan terhadap institusi, proses dan nilai demokrasi. Inilah yang menyebabkan pengelolaan partai menjadi jauh dari hakikat demokrasi. redupnya norma-norma demokrasi menyebabkan mudahnya demokrasi memicu konflik politik atau terbajak kepentingan sesaat para elite.
Baca Juga: KAI Hadirkan Livery Khusus dalam Menyemarakkan HUT Ke-76 Kemerdekaan RI
Sekarang sudah terlihat jelas posisi sitem demokrasi di Indonesia yakni mengarah kepada Post Democracy. Hal ini yang membuat demokrasi kita saat ini menjadi elitis di semua tingkatan baik tingkat pusat maupun daerah. Jika sudah dalam kondisi demikian maka peran Demos akan hilang atau lenyap dengan demikian munculah istilah Demokrasi tanpa Demos.
Jika demikian maka lemahnya fungsi checks and balances. Di hadapan eksekutif yang harusnya menjadi tugas partai, DPR, kehakiman, dan lembaga lainnya, dan meredupnya sikap kritis lembaga lain seperti civil society, pers dan sebagainya. Selanjutnya aspek Law Enforcement yang tebang pilih, dan maraknya kebijakan yang menerabas aturan.
Sementara menurut Freedom House, Indonesia sudah masuk negara dalam kategori partly free, dan secara umum beberapa kajian terkini juga menyebutkan Indonesia sebagai negara yang tidak murni demokrasi atau demokrasi sebatas prosedur saja.
Masa depan demokrasi kita tampaknya masih harus mencari bentuk dan model yang tepat. oleh karena itu mari kita selamatkan demokrasi kita dengan meningkatkan kesadaran bernegara dan berbangsa, serta tidak menghilangkan Demos dalam kata Demokrasi … Merdeka …… []
*) Pegiat Media di Yogyakarta