Ekosistem Tembakau Yogyakarta Surati Jokowi Tolak Kenaikan Cukai Hasil Tembakau

  • Whatsapp
tolak cukai hasil tembakau
APTI DIY, LKRI, SPSI RTMM DIY sepakat menolak rencana kenaikan cukai hasil tembakau. (Foto: BacaJogja)

Yogyakarta – Komunitas industri hasil tembakau Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara resmi sepakat menolak rencana pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau tahun depan. Kesepakatan itu ditandatangani Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) DIY, Lembaga Konsumen Rokok Indonesia (LKRI), dan Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (SPSI RTMM) DIY, Senin, 30 Agustus 2021 .

Ketua SPSI RTMM Waljid Budi Lestarianto menyatakan kesepakatan ini nantinya akan dikirimkan ke Presiden serta melakukan komunikasi dengan asosiasi industri tembakau di daerah lain untuk melakukan hal yang sama. “Ekosistem industri tembakau merupakan sawah ladang kami. Jika cukai dinaikkan, kami melawan agar kami tetap bisa terus hidup,” katanya.

Read More

Umroh akhir tahun

Dia mengatakan, aksi penolakan pernah dilakukan beberapa tahun lalu. Saat itu petani tembakau membakar hasil panennya di jalan Yogyakarta-Solo sebagai bentuk penolakan. Aksi tersebut berhasil, cukai tidak jadi naik.

Baca Juga: Serikat Pekerja Rokok Yogyakarta Tolak Rencana Kenaikan Cukai Hasil Tembakau

Sinyal untuk kembali turun ke jalan sepertinya akan dilakukan. Hal ini terlihat saat pemerintah berencana menaikkan cukai rokok yang tertuang dalam Buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Cukai tahun depan ditargetkan naik sebesar 11,9 persen atau senilai Rp203,92 triliun.

Sekretaris Jenderal APTI DIY Triyanto mengatakan, pihaknya bersama LKRI, SPSI RTMM bersama dengan dua organisasi lainnya seperti Pedagang Asongan Rokok Yogyakarta (PAY) dam Perwakilan Industri Rokok Kecil DIY menyepakati dan menolak rencana pemerintah yang disampaikan Presiden Joko Widodo untuk menaikkan cukai atau harga jual rokok 2022.

Baca Juga: Pemusnahan 14 Ton Rokok dan Ribuan Pita Cukai Ilegal di Kudus

“Kami meminta pemerintah mengkaji ulang tentang rencana kenaikan cukai karena akan berdampak luas, tidak hanya industri, tetapi petani hingga konsumen pun terdampak,” katanya.

Menurut dia, kenaikan cukai berdampak besar bagi 15 ribu petani tembakau dan 5 ribuan buruh rokok. Seperti tidak terserapnya hasil panen tembakau oleh pabrik karena bertambahnya beban hingga akhirnya melakukan pemutusan hubungan kerja ke buruh.

Baca Juga: Tanpa Roadmap Ekonomi Hijau, Indonesia akan Dieksploitasi Investor Asing

“Memang devisa dari pajak rokok tinggi, 2020 mencapai Rp146 triliun. Namun saya melihat ini hanya sekedar menjadi komoditas saja karena selama ini kami di tingkat bawah tidak pernah diperhatikan,” ucapnya.

Agus Sunandar mewakili konsumen meminta kenaikan cukai seharusnya dibebankan kepada industri cigaret kretek mesin (SKM) bukan ke industri sigaret kretek tangan (SKT) atau rokok kretek. “Kenaikan cukai rokok ini sama sekali tidak menguntungkan konsumen,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan, kenaikan cukai juga merugikan pemerintah sendiri. “Kalau naik, otomatis daya beli masyarakat turun. Pemasukan negara juga ikut turun,” ujarnya. []

Related posts