Yogyakarta – Belajar bisa di mana saja, termasuk saat berwisata kuliner. Inilah konsep yang ditawarkan, restoran Bale Reren, rumah makan bernuansa jawa yang berada di Jalan Cangkringan, Padukuhan Salakan, Kalurahan Selomartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta yang resmi dibuka pada Sabtu, 4 September 2021.
Restoran ini didirikan oleh seorang mantan Rektor Universtas Negeri Yogyakarta Sutrisna Wibawa. Pria yang populer di kalangan netizen sebagai rektor milenial ini berharap saat pengujung pulang, tidak hanya membawa rasa kenyang, tapi juga ilmu dan inspirasi.
“Rumah makan ini, saya konsep menjadi sarana untuk makan sambil belajar kebudayaan Jawa. Mulai dari filosofi dan suasana, arsitektur bangunan, jenis kuliner, fasilitas digital, hingga perpustakaan kami sediakan di rumah makan ini,” kata pria yang juga sempat menjabat sebagai Sekretaris Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristekdikti, dalam Talkshow Pembukaan Rumah Makan bersama Komunitas SEVIMA, Sabtu, 4 Sepetember 2021.
Baca Juga: Daftar 13 Destinasi Wisata di Yogyakarta yang Bisa Dinikmati secara Virtual
Sutrisna mengatakan, pelajaran budaya Jawa, dapat dipetik masyarakat sejak menginjakkan kaki di pintu masuk restoran. Para pengunjung akan disuguhkan dengan artefak-artefak Jawa. Diiringi dengan kesejukan rumah makan yang berada di pinggir sawah dengan view pemandangan menghadap ke Gunung Merapi, belajar budaya Jawa sembari menyantap hidangan dikondisikan senyaman mungkin.
“Kesejukan dan artefak Jawa yang kami tampilkan, melambangkan filosofi yang sekaligus menjadi nama rumah makan ini: Bale Reren. Bale artinya Balai, tempat berkumpul dan bercengkrama, dan Reren artinya beristirahat, leyeh-leyeh. Sudah menjadi budaya jawa ketika berkumpul dan beristirahat, tali silaturahim terjalin, pengetahuan bertambah,” ungkap Sutrisna.
Arsitektur rumah makan juga sangat kenal budaya Jawa. Tidak seperti rumah makan bernuansa Jawa pada umumnya yang menggunakan Joglo, Sutrisna memilih Gazebo dan model limasan untuk rumah makan. Mengapa?
Menurut Sutrisna, jika menilik sejarah, joglo merupakan bangunan yang disakralkan. Namun kini cukup jamak digunakan dalam bangunan jawa karena dianggap mudah untuk menyimbolkan nuansa kejawaan. “Bangunan limasan ini, sambil makan, sambil kita akan kenalkan kepada masyarakat sebagai warisan budaya Jawa,” katanya.
Baca Juga: Keunikan Hotel Kapsul Jepang di Malioboro Yogyakarta
Pelajaran selanjutnya, bisa dipetik dari fasilitas digital hingga perpustakaan. Rumah makan ini menyediakan banyak bacaan bernuansa Jawa yang bisa dinikmati segenap pengunjung. “WiFi-nya juga kami sediakan kencang. Jadi mahasiswa, pekerja, pendidik bisa membuka Edlink dan Zoom (aplikasi pembelajaran online) dari sini. Sambil baca buku di sini juga, karena banyak perpustakaan sekolah dan kampus masih tutup,” lanjut Sutrisna.
Menu Masakan Spesial yang Dimasak dengan Kayu Bakar
Soto kayu dan teh poci kayu adalah dua menu spesial yang tersedia di rumah makan ini. Budaya jawa sangat kental terseduh di setiap sendok kuah soto dan cairan teh, karena ia dimasak langsung di tungku tradisional.
Beberapa menu bernuansa Jawa seperti pecel, nasi merah, berbagai sayur, juga tersedia di rumah makan ini. Selain disajikan secara prasmanan layaknya nuansa hidangan Jawa di masa lampau, protokol kesehatan tetap dijaga pengelola rumah makan sesuai aturan pemerintah.
Baca Juga: Kemilau Harga Ikan Betta saat Pagebluk di Yogyakarta
“Soto dan teh poci, serta berbagai menu, dimasak dan disuguhkan pakai kayu. Karena ketika makanan dimasak pakai kayu, lalu disajikan pakai kayu, rasanya pasti berbeda. Lebih nikmat, khas masakan Jawa,” ungkap Sutrisna.
Bagaimanan dengan harga? Restoran ini membawa tujuan utama pendidikan, sehingga bagi para calon pegunjung tak perlu khawatir masalah harga. Beragam menu bisa disantap dengan harga mulai dari belasan ribu rupiah. Selain itu, tersedia juga diskon 20 persen bagi para pengunjung. “Jadi jangan khawatir masalah harga,” ungkapnya.
Nah, untuk menuju Bale Reren ini cukup mudah. Tinggal ketik Bale Reren di Google Maps, dan perjalanan 15 menit dari Bandara Adisutjipto Yogyakarta, para pengunjung bisa menyantap hidangan Jawa sekaligus bergotong royong mengenalkan budaya Jawa secara lebih luas. []