Sleman – Tempe daun merupakan tempe kedelai yang umumnya dibungkus menggunakan daun pisang. Pembungkusan kedelai dilapisi menggunakan kertas dan diikat menggunakan tali mendong.
Tempe kedelai memilik nilai khas tersendiri karena pembuatannya melalui beberapa proses yang sangat panjang dan bisa dibilang sulit. Cara membungkus tempenya pun masih dibilang tradisional dengan memanfaatkan tanaman seperti pisang dan lainnya.
Namun hal itu masih dijalani Karni, warga Pojok RT 04 RW 07, Kalurahan Sinduadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman, Yogayakarta. Dia masih melakukan pekerjaanya di saat pandemi meski jumlan permintaan menurun.
Baca Juga: Mahasiswa UNY Ciptakan Teh Daun Krokot dan Stevia, Obat Pereda Nyeri Haid
“Di masa pandemi ini pembuatan dan penjualan tempe mengalami penurunan, minat tempe daun juga menurun karena lebih banyak yang membeli tempe dengan kemasan plastik karena lebih mudah didapatkan dan bermacam-macam kualitas pembuatannya,” ujar Karni.
Dia mengatakan, proses pembuatan tempe sendiri melalui beberapa proses seperti pencucian kedelai terlebih dahulu. Setelah itu kedelai direndam selama satu malam dan dilanjutkan kembali perebusan kedelai, setelah direbus kedelai direndam lagi. Setelah kedelai direndam sambil dikuliti agar kedelai terpisah maka kedelai ditanak lagi. Sesudah penanakan maka kedelai ditaruh di tambir besar dan ditunggu sampai dingin kemudian baru poses pemberian ragi.
Untuk menjadi tempe maka perlu menunggu waktu kurang lebih 2-3 hari dengan suhu ruangan yang normal agar kedelai tersebut tertutup jamur secara merata atau kedelai yang sudah terutupi menjadi putih semua karena dengan menunggu waktu tersebut tempe akan mengalami fermentasi agar dapat dikonsumsi oleh pembeli.
Baca Juga: Tas Kulit Batik Abdarta, Karya Mahasiswa UNY Calon Ikonik Kerajinan Yogyakarta
Karni menjual tempe hasil produknya di Pasar Karangwaru Yogyakarta yang berlokasi di pinggir Jalan Magelang, Kemantren Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Dia mulai menjual pukul 07.00 dan sudah dilakukan setiap hari.
Karni berangkat dari rumah naik sepeda kayuh karena jaraknya tidak terlalu jauh. Dia sudah menjalani rutinitas itu setiap hari selama 50 tahun.
Untuk harganya, Karni menjual tempe kedelai bungkus Rp500 per bungkus. Harga yang sangat terjangkau. Karni juga menjual tempe kedelai kepada pelanggannya yang biasanya pengantaran dibantu anaknya pada sore hari.
Baca Juga: Pertama di Indonesia, Yogyakarta Punya Gerobak Listrik untuk Pelaku UMKM
“Pembuatan dan penjualan tempe sekarang tidak seperti dulu, dulu ramai sekarang sepi sekali. Namun sedikit demi sedikit harus dijalani untuk memenuhi kebutuhan,” kata Karni.
Dia tetap berjualan tempe daun karena merasa produk yang dibuatnya ini memiliki ciri khas tersendiri dari segi rasa dan proses pengemasannya. Karni tetap mempertahankan tempenya meskipun penjualannya mengalami penurunan yang tadinya dalam pembuatan tempe tiap harinya menghabis kedelai 20 Kilogram (Kg) sekarang hanya memproduksi 10 kg per hari. []
Artikel kiriman Sagita Putri Ayu Setyawati, Mahasiswa Prodi Public Relations, ASMI Santa Maria