BacaJogja – Anggota Komite III DPD RI Cholid Mahmud menyoroti RUU Kesehatan Omnibus Law yang saat ini sedang menjadi perbincangan hangat di masyakarat. Untuk mendapatkan masukan yang komprehensif, Senator dari Dapil DIY ini menginisiasi menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang secara khusus membahas RUU ini di Kantor DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Jumat, 12 Mei 2023 petang.
Peserta FGD dari pakar, tenaga kesehatan (nakes) seperti dokter, perawat serta farmasi dan masyarakat. FGD yang dilaksanakan bekerja sama dengan lembaga PROKAMI (Perhimpunan Tenaga Profesi Kesehatan Islami).
Dari hasil FGD tersebut, Cholid menilai banyak sekali kewenangan organisasi profesi kesehatan dihilangkan lantas diambil alih Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Misalnya rekomendasi surat izin dokter. Lulusan dokter dari luar negeri selama ini keberadaannya dicek oleh organisasi profesi.
Baca Juga: Ribuan Buruh Jogja Siap Aksi May Day, Isu Utama Cabut UU Cipta Kerja
Dalam RUU hal ini akan dihilangkan menjadi kewenangan kementerian. Kalau dengan cara itu, Kemenkes bisa menjadi superbody memiliki kekuasaan sangat besar tidak ada penyeimbang dan kontrol.
“Kekuatan besar di mana-mana cenderung korup. Sangat mungkin akan terjadi banyak penyimpangan. Apalagi kementerian itu politis. Menteri itu pejabat politik,” kata Cholid.
Dengan dihilangkannya peran dan kewenangan organisasi profesi kesehatan maka salah satu fungsinya yaitu melindungi nakes dari aspek hukum pidana dan perdata, otomatis hilang.
Baca Juga: DPD KSPSI DIY Bagi Takjil dan Menyerukan Lima Tuntutan
Cholid mengatakan, di dalam organisasi profesi pasti ada komite etik. Jika ada kasus maka tidak langsung ke ranah pidana tetapi, dalam tanda kutip, diadili oleh lembaga profesi.
Dia mengaku banyak mendapatkan keluhan dari nakes jika kewenangan organisasi profesi dihilangkan. Apalagi di dalam RUU tersebut terdapat pasal bahwa pasien boleh menuntut dokter ke ranah hukum baik perdata dan pidana.
Menurut dia, selama ini dokter hanya berusaha menyembuhkan pasien. Pasien yang sudah parah tetap ditangani sebisa mungkin oleh dokter. Nanti, jika tidak ada sistem perlindungan maka pasien yang sakit parah tidak tertangani karena nakes takut dituntut. “Rasa aman nakes melaksanakan tugas profesinya menjadi terancam,” tegasnya.
Baca Juga: Pemda DIY Butuh 547 Formasi Tenaga Guru, Ini Syarat dan Jadwal Seleksi
Cholid menambahkan, peserta diskusi sepakat jangan sampai proses pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law langsung masuk ke pasal-pasal melainkan proses awal dibenahi terlebih dulu. “Ini akan menjadi bahan pembahasan kami, karena biasanya jenis-jenis RUU Omnibus Law ini dicepetke ibarat borongan segera jadi,” kata dia.
Peserta diskusi Dosen Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Dr dr Akrom M Kes, menyatakan, terdapat banyak pasal yang kontroversi serta menjadi isu umum. “Jangan segera diputuskan, karena ada pasal yang ternyata multitafsir,” jelasnya.
Dia khawatir RUU tersebut jika disahkan menjadi undang-undang berdampak pada semua kalangan medis mulai dari dokter, perawat hingga apoteker. Sebiaknya perlu ada harmonisasi dengan peraturan yang sudah ada sebelumnya. “Tidak terkesan asal comot,” katanya.
Baca Juga: Dompet Dhuafa Gelar Jambore Pos Sehat untuk Tingkatkan Mutu Kader Kesehatan
Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dr Kusbaryanto menyatakan, banyak pasal yang menjadi kontroversi. Menurut dia, RUU tersebut sangat terlihat jelas terkait dengan marginalisasi tenaga medis. Yang pasti, akan mengamputasi peran organisasi profesi kesehatan.
Seperti diketahui, juru bicara Kemenkes, pemerintah setuju dengan RUU ini karena berbagai alasan yang menguntungkan nakes dan masyarakat. Pemerintah menginginkan RUU Kesehatan segera disahkan karena bermanfaat di antaranya memberikan perlindungan ekstra bagi dokter dan nakes, memberikan hak bagi peserta didik untuk mendapatkan perlindungan hukum, memuat pengaturan substansi hak tenaga medis dan nakes untuk menghentikan pelayanan apabila mendapat perlakuan kekerasan fisik dan verbal.
Bagi masyarakat, RUU Kesehatan ini bermanfaat karena mampu memperbaiki sistem ketahanan kesehatan di Indonesia, yakni perwujudan kemandirian obat dan alat kesehatan. []