Saparan Bekakak: Tradisi Ratusan Tahun yang Tetap Menyala di Ambarketawang Sleman

  • Whatsapp
Saparan Bekakak
Saparan Bekakak, Tradisi Ratusan Tahun yang Tetap Menyala di Ambarketawang Sleman Yogyakarta (Pemkab Sleman)

BacaJogja – Di tengah hiruk-pikuk modernisasi, masyarakat Kalurahan Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta, terus menjaga nyala obor tradisi melalui upacara adat Saparan Bekakak, Jumat, 23 Agustus 2024. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ribuan masyarakat tumpah ruah mengikuti rangkaian acara yang sarat akan simbol dan filosofi budaya Jawa.

Upacara yang diawali dengan kirab ini tak hanya menjadi atraksi visual, tetapi juga wujud syukur dan doa bersama untuk keselamatan seluruh warga. Sebanyak 32 kelompok kirab, mulai dari ogoh-ogoh hingga pasukan bregada, berbaris rapi mengikuti rute yang telah ditentukan, membelah Kalurahan Ambarketawang hingga situs Gunung Gamping.

Read More

Umroh liburan

Baca Juga: 5 Kafe Asyik di Jogja untuk Nugas dan Nongkrong Tanpa Bikin Kantong Jebol

Sepanjang jalan, riuh rendah suara gamelan dan sorak sorai penonton menyertai perjalanan para peserta kirab, yang membawa bekakak—boneka pengantin yang dibuat dari tepung ketan dan gula merah.

Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, turut hadir dalam upacara ini. Dalam sambutannya, ia tidak bisa menyembunyikan kebanggaannya terhadap masyarakat Ambarketawang yang terus merawat tradisi ini dengan sepenuh hati.

boneka saparan bekakak
Prosesi boneka pengantin disembelih (Pemkab Sleman)

Baginya, Saparan Bekakak lebih dari sekadar ritual adat; ini adalah cerminan dari semangat gotong royong dan kebersamaan warga yang tetap hidup di tengah zaman yang terus berubah. “Saya bangga dan mengapresiasi Kalurahan Ambarketawang karena masyarakatnya guyub rukun, kompak, golong gilig dalam melestarikan Upacara Adat Bekakak sebagai wujud semangat nguri-uri kabudayan dan kearifan lokal,” ujar Kustini.

Baca Juga: Rahasia Bakmi Gandok Kraton: Kenapa Hanya Buka Sampai Jam 9 Malam?

Sejarah dan Makna Filosofi Saparan Bekakak

Sumaryanto, Lurah Ambarketawang, menjelaskan bahwa Saparan Bekakak sudah menjadi bagian dari identitas masyarakat setempat sejak ratusan tahun lalu.

Upacara ini, yang selalu diadakan setiap tanggal 15 bulan Sapar dalam penanggalan Jawa, ditujukan untuk menghormati pengabdian Ki Wirasuta dan istrinya, abdi dalem setia dari Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengku Buwono I). “Ini adalah bentuk penghormatan dan permohonan keselamatan bagi seluruh warga,” jelas Sumaryanto.

Baca Juga: Mitra Driver Maxim Yogyakarta Kecelakaan Dapat Santunan Rp7,3 Juta dari YPSSI

Puncak acara adalah penyembelihan bekakak di Gunung Gamping. Dalam sunyi yang khusyuk, boneka pengantin ini disembelih sebagai simbol pengorbanan dan doa agar masyarakat Ambarketawang terhindar dari segala marabahaya. Di balik ritual ini tersimpan harapan yang tak pernah pudar, agar masyarakat Ambarketawang selalu dilindungi dan diberkahi.

Saparan Bekakak bukan sekadar warisan budaya, tetapi juga cerita tentang keteguhan hati masyarakat Ambarketawang yang tak pernah lelah menjaga warisan leluhur. Di setiap alunan gamelan dan langkah para peserta kirab, tersirat pesan bahwa budaya bukanlah sesuatu yang harus dipertahankan karena masa lalu, tetapi karena ia memberi arti pada masa kini dan masa depan. []

Related posts