MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen, Babak Baru Demokrasi Indonesia

  • Whatsapp
ilustrasi putusan MK
Ilustrasi putusan MK (Istimewa)

BacaJogja – Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menghapus ketentuan presidential threshold yang tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Putusan tersebut membuka peluang bagi semua partai politik peserta pemilu untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tanpa persyaratan ambang batas tertentu.

Read More

Baca Juga: Rekomendasi 11 Event Pilihan di Yogyakarta Januari 2025

Ketua MK Suhartoyo menyampaikan keputusan ini dalam sidang yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa presidential threshold terbukti tidak efektif menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. Bahkan, aturan tersebut dianggap menguntungkan partai politik besar yang memiliki kursi dominan di DPR.

Wakil Ketua MK Saldi Isra menambahkan bahwa ketentuan ini berisiko memunculkan polarisasi di masyarakat. “Jika terus dipertahankan, bukan tidak mungkin Pilpres akan terjebak dalam calon tunggal,” ujar Saldi.

Baca Juga: Insiden Kembang Api di Tugu Yogyakarta: Baku Hantam Warnai Malam Tahun Baru

Putusan ini mendapat respons positif dari berbagai pihak. Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyatakan kesiapannya untuk menindaklanjuti keputusan MK dalam revisi UU Pemilu. “Apa pun itu, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Kami akan memasukkannya ke dalam pembentukan norma baru,” katanya.

Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra juga menyambut baik keputusan ini. Ia berharap langkah ini dapat mendorong perkembangan demokrasi di Indonesia.

“Demokrat selalu berkomitmen menjaga kualitas demokrasi dan memberikan peluang yang lebih besar bagi rakyat,” ujarnya.

Baca Juga: Gemerlap Malam Tahun Baru: Panduan Pesta Kembang Api di Yogyakarta

Menyeimbangkan Demokrasi Tanpa Polarisasi

Wakil Ketua MK Saldi Isra menyebut bahwa ambang batas pencalonan presiden tidak hanya tidak efektif, tetapi juga berpotensi memunculkan konflik kepentingan. “Fakta menunjukkan bahwa aturan ini lebih menguntungkan partai politik besar dan membatasi pilihan rakyat,” ujarnya dalam sidang putusan perkara 62/PUU-XXI/2023 di Gedung MK, Kamis (2/1/2025).

Menurut MK, adanya presidential threshold selama ini cenderung menghasilkan hanya dua pasangan calon dalam Pilpres. Kondisi tersebut meningkatkan risiko polarisasi masyarakat, bahkan memunculkan calon tunggal. “Pengaturan seperti ini justru bertentangan dengan prinsip demokrasi yang memberikan hak konstitusional bagi rakyat untuk mendapatkan alternatif calon,” kata Saldi.

Baca Juga: BMKG Peringatkan Hujan Lebat dan Angin Kencang di Jawa Tengah: Berikut Daerah Terdampak

Namun, MK juga memberikan pedoman untuk mencegah membeludaknya jumlah pasangan calon. Salah satunya adalah dengan mengenakan sanksi bagi partai politik yang tidak mengusulkan pasangan calon. Selain itu, proses revisi UU Pemilu juga diharapkan melibatkan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyatakan pentingnya langkah strategis dalam menyikapi putusan ini. “Babak baru demokrasi konstitusional harus tetap mempertimbangkan stabilitas politik dan keberlanjutan proses demokrasi,” ujarnya. []

Related posts