Yogyakarta – Pemanfaatan industri digital di Indonesia masih jauh dibanding negara maju. Di Indonesia, industri digital lebih banyak untuk hiburan. Di negara maju, digital untuk hal-hal yang produktif.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengatakan, berdasarkan hasil survei diketahui penggunaan teknologi digital di Indonesia, berapa pun usianya, porsi terbesar adalah sosial media dan chatting. Penguna interner kalangan di bawah 18 tahun hanya banyak untuk game online.
“Intinya hanya untuk intertainment. Media sosial untuk hiburan,” kata Sukamta dalam saat menjadi narasumber Seminar Merajut Nusantara bertema Pemanfaatan TIK sebagai Media Sumber Ilmu Pengetahuan Bukan Hoaks, yang diisiarkan langsung secara virtual dari Hotel Ros Inn Yogyakarta, Kamis, 6 Mei 2021.
Baca Juga:
Selain itu, industri digital membuat warga di Tanah Air ini justru menjadikannya sebagai ajang untuk membuli. Tak heran, Indonesia dianggap sebagai salah satu negara yang paling tidak sopan di dunia maya. “Faktanya memang masih lemah literasi warga kita ini,” ungkap politikus PKS dari dapil DIY.
“Intinya hanya untuk intertainment. Media sosial untuk hiburan”
Kondisi ini berbeda dengan di negara-negara maju yang tidak gagap teknologi. Di negara maju industri digital benar-benar dimanfaatkan mendukung kegiatan produktif. “Di sana era digital sangat membantu kehidupan manusia, dimanfaatkan untuk mencari solusi kehidupan,” ungkapnya.
Kreator konten pendidikan dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sabar Nurohman, mengakui di era digital ini Indonesia sulit berkembang konten edukasi dibanding hiburan. Minimnya edukasi ini membuat pengguna digital suka share tanpa menyaring terlebih dahulu. “Baca atau lihat belum selesai langsung share tanpa tabayyun. Ini bahaya, berpotensi ikut menyebarkan informasi yang tidak benar,” ungkapnya.
Baca Juga:
Berbeda saat literasi sudah kuat. Saat menerima informasi, tidak langsung dibagikan dulu. Orang yang dibekali literasi, akan cross check atau tabayyun perihal kebenaran informasi yang didapatkan, tidak langsung share. “Jika tidak punya waktu untuk tabayun, jalan terbaik adalah tidak mudahh share,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Pakar Komunikasi Ismail Cawidu mengatakan, Indonesia menerapkan kebijakan dunia maya yang terbuka. Seluruh informasi masuk gadget tanpa filter.
Dosen UIN Syarif Hidayatullah ini membandingkan dengan China. Di negara ini, semua informasi di bawah kendali dan pengawasan pemerintah. “Hanya informasi yang cocok serta sesuai dengan kondisi baru bisa dilepaskan. Sedangkan di Indonesia semua informasi masuk dulu baru disaring,” kata dia. []